kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.243   97,00   0,63%
  • IDX 7.905   76,26   0,97%
  • KOMPAS100 1.208   12,11   1,01%
  • LQ45 980   9,43   0,97%
  • ISSI 230   1,69   0,74%
  • IDX30 500   4,71   0,95%
  • IDXHIDIV20 602   4,65   0,78%
  • IDX80 137   1,32   0,97%
  • IDXV30 141   0,53   0,38%
  • IDXQ30 167   1,08   0,65%

Krisis Pangan Mengancam, Pengamat: Perlu Reorientasi Kebijakan


Kamis, 15 Agustus 2024 / 16:22 WIB
Krisis Pangan Mengancam, Pengamat: Perlu Reorientasi Kebijakan
ILUSTRASI. Krisis pangan mengancam di tengah penurunan produktivitas padi. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/YU


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Krisis pangan mengancam di tengah penurunan produktivitas padi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), panen padi di Indonesia di tahun 2023 turun sebesar 3,95 juta ton atau 17,54% lebih rendah dibandingkan 2022.

Kondisi ini mengakibatkan inflasi pangan Indonesia meningkat dan menjadikannya yang tertinggi ke-4 di Asia Tenggara. 

Pengamat Pertanian dari Cencer of Reform on Economicas (CORE) Indonesia, Eliza Mardian menilai pemerintah harus melakukan reorientasi kebijakan, termasuk kebijakan dalam belanja Kementerian Pertanian (Kementan). 

Baca Juga: Program Pompanisasi Dinilai Tidak Sesuai Ketentuan

Ia menilai selama ini proporsi belanja Kementan itu masih lebih banyak untuk belanja hal-hal yang bersifat habis pakai seperti bantuan benih, pompa, alat mesin dan lainnya. Sementara untuk belanja modal memiliki porsi yang masih kecil yakni 4% dari seluruh anggaran Kementan.

"Kita lihat postur belanja Kementan, itu belanja pegawai 15%, belanja barang habis pakai 81% dan belanja modal hanya 4%," jelas Eliza pada Kontan.co.id, Kamis (15/8). 

Dalam meningkatkan produktivitas, pemerintah perlu relokasi anggaran yang difokuskan untuk membangun infrastruktur mendasar seperti irigasi, jalan usaha tani, cold storage, hingga mesin penggilingan padi. 

Saat ini, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik tahun 2024 untuk irigasi pun hanya sekitar Rp 1,68 triliun untuk seluruh Indonesia. Anggaran ini menurutnya masih terlalu sedikit untuk meningkatkan produktivitas pertanian utamanya padi. 

"DAK fisik untuk jalan tematik food estate saja menelan Rp 1,1 triliun, ini kan semestinya diprioritaskan untuk irigasi seluruh Indonesia dulu," ujarnya. 

Lebih lanjut, Eliza menilai sektor pertanian ini memang kurang memadai dari segi pendanaannya, baik dari investasi sektor privat maupun dukungan dari APBN. 

Baca Juga: Jokowi: Rancangan APBN 2025 Akomodasi Program Presiden Terpilih

Selain itu, dari sisi regulasi belum ada yang mengatur kolaborasi riset dan memasifkan produk riset sehingga bisa diterapkan secara luas oleh para petani kita. 

Maka menurutnya tak heran jika pertanian dalam negeri masih kurang produktif dan cenderung alami penurunan produksi setiap tahunya. 

"Ekosistem riset dan inovasi yang memadai dan melibatkan lintas aktor adalah kunci meningkatkan produktivitas komoditas pangan kita," jelasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management Principles (SCMP) Mastering Management and Strategic Leadership (MiniMBA 2024)

[X]
×