Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengurus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) enam entitas Duniatex menggelar rapat kreditur perdananya, Rabu (9/10) di Pengadilan Niaga Semarang.
Pengurus PKPU Duniatex Alfin Sulaiman mengatakan dalam rapat kreditur perdana, tim pengurus mengingatkan agar para kreditur tidak telat mendaftarkan tagihannya sesuai jadwal yang ditentukan.
Ini agar memudahkan proses PKPU kelak, mengingat utang Duniatex Group tergolong kompleks. Dari catatan Debtwire hingga kuartal I-2019, enam entitas Duniatex menanggung utang senilai Rp 18,79 triliun atau setara US$ 1,33 miliar yang berasal 24 pinjaman bilateral dari bank, tiga utang sindikasi, dan utang obligasi.
“Dalam rapat kreditur, kami turut menginformasikan tentang skema pengajuan tagihan kreditur yang terdiri dari bank asing, dan bank lokal, kreditur non bank asing, dan kreditur non bank lokal,” kata Alfin saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (9/10).
Baca Juga: Kreditur Duniatex ingin PKPU berakhir homologasi
Ia juga menambahkan masing-masing kreditur tersebut telah ditentukan tempat pendaftaran tagihannya masing-masing. Sementara batas akhir pengajuan tagihan ditetapkan hingga 16 Oktober 2019.
“Kami mengingatkan agar pemilik tagihan mengajukan tagihannya tanpa melewati tanggal yang ditetapkan. Hingga kini setidaknya baru ada satu kreditur bank yang mendaftarkan tagihannya,” jelas Alfin.
Kemudian pada 31 Oktober pengurus akan memverifikasi tagihan yang terdaftar. Selanjutnya pada 6 November 2019 Rapat kreditur mengagendakan untuk melakukan pembahasan proposal perdamaian.
Jika Duniatex belum siap mengajukan proposal, mereka bisa mengajukan perpanjangan PKPU maksimal hingga 270 hari setelah putusan pengadilan.
Sebelumnya sejumlah bank yang memiliki eksposur kredit kepada Duniatex Group juga telah menyatakan diri untuk mendaftarkan tagihannya.
“Secara normatif kami pasti akan ikut mendaftarkan tagihan dan proses PKPU yang berlangsung,” kata Direktur Kredit PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Dadi Budiana kepada Kontan.co.id.
“Pada prinsipnya tagihan harus didaftarkan, nanti kami juga akan mempelajari skema restrukturisasi yang akan disampaikan dalam proses PKPU,” kata Direktur Bisnis Korporasi PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Putrama Wahju Setyawan.
Sembari menunggu tagihan para kreditur masuk, Alfin juga bilang bahwa tim pengurus akan turut mempelajari sejumlah jaminan yang diberikan oleh Bos Duniatex Sumitro, sekaligus bekerjasama dengan pengurus PKPU Sumitro.
“Terkait personal guarantee (Sumitro) akan kami pelajari terlebih dahulu dan akan dilaksanakan verifikasi mengenai hal tersebut,” lanjutnya.
Asal tahun perkara PKPU kepada Duniatex diajukan oleh PT Shine Golden Bridge yang memiliki tagihan senilai Rp 1,69 miliar atau setara US$ 121.000 terhadap enam entitas Duniatex: PT Delta Merlin Dunia Tetile (DMDT), PT Delta Dunia Textile (DDT), PT Delta Merlin Sandang Textile (DMST), PT Delta Dunia Sandang Textile (DDST), PT Delta Setia Sandang Asli Textile (DSSAT), dan PT Perusahaan Dagang dan Perindustrian Damai alias Damaitex.
Baca Juga: PKPU Duniatex dikabulkan, rapat kreditur perdana akan digelar Rabu (9/10) pekan depan
Sementara perkara PKPU Sumitro diajukan secara sukarela terhadap dirinya sendiri. Kedua perkara dikabulkan Majelis Hakim Pengadilan Niaga Semarang pada 30 September 2019 lalu.
Meski berbeda perkara, PKPU Duniatex dan PKPU Sumitro sejatinya berhubungan. Sebab sejumlah utang yang didapat Duniatex turut dijaminkan oleh harta pribadi Sumitro.
Sejumlah aset-aset Duniatex bahkan masih atas nama Sumitro. Sementara Pengurus PKPU Sumitro Uli Simanungkalit bilang hingga kini belum ada kreditur yang mendaftarkan tagihannya.
“Rapat kreditur pertama PKPU Sumitro telah digelar. Rapat dimulai setelah rapat PKPU Duniatex selesai. Sampai saat ini belum ada yang mendaftarkan tagihannya kepada kami,” katanya.
Perkara kredit macet Duniatex bermula dari kegagalan DDST membayar bunga senilai US$ 13,4 juta pada 10 Juli 2019 atas pinjaman sindikasi senilai US$ 260 juta.
Kegagalan tersebut kemudian merembet, DMDT yang menerbitkan obligasi global senilai US$ 300 juta pada 12 Maret lalu gagal membayar bunga pertamanya senilai US$ 12,9 juta pada 12 September 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News