Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Likuiditas perekonomian yang berasal dari kredit perbankan dan operasi keuangan pemerintah pusat berjalan cukup baik pada dua bulan pertama 2015. Selasa (7/4), Bank Indonesia (BI) mencatat, uang beredar selama Februari 2015 mencapai Rp 4.230,7 triliun atau tumbuh 16,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pada Februari lalu, pertumbuhan likuiditas uang beredar juga lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan periode Januari 2014 yang tumbuh 14,3% secara tahunan (year on year). Pada Januari 2015, uang beredar sebesar Rp 4.174,2 triliun.
Pertumbuhan uang beredar di dua bulan pertama ini sejalan dengan kebutuhan likuiditas masyarakat yang melejit. Data bank sentral menunjukkan, simpanan masyarakat di bank atau dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh dari 14,1% pada Januari menjadi 15,4% pada Februari 2015.
Adapun, simpanan berjangka dan deposito masing-masing tumbuh 26,1% dan 11,5% menjadi Rp 1.985,0 triliun dan Rp 852,3 triliun. Hanya simpanan tabungan mengalami penurunan 0,5% menjadi 3,8% atau Rp 1.230,5 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara bilang, pertumbuhan peredaran uang beredar disebabkan dua hal.
Pertama, membengkaknya kucuran kredit bank. "Pada Februari 2015, kredit yang disalurkan bank mencapai Rp 3.699,5 triliun, tumbuh 12% dari periode yang sama tahun lalu," kata Tirta, Selasa (7/4).
Pertumbuhan kredit tersebut, lanjut Tirta, secara sektoral terjadi pada sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Pada Februari, kredit modal kerja yang disalurkan perbankan pada industri pengolahan mencapai Rp 477 triliun, tumbuh 16,4% dibanding Februari 2014. Sementara itu, kredit investasi yang mengalir ke industri pengolahan sebesar Rp 188,8 triliun, naik 23%.
Di industri perdagangan, hotel, dan restoran, kredit modal kerja dan investasi yang disalurkan masing-masing sebesar Rp 636,6 triliun dan Rp 164,6 triliun atau tumbuh 13% dan 12,7% dibanding Februari 2014.
Kucuran kredit ke sektor properti juga tumbuh. Pada Februari lalu, kredit properti mencapai Rp 551,2 triliun, tumbuh 16,9% dari Januari.
Kedua, pertumbuhan uang beredar didorong ekspansi keuangan pemerintah pusat. Operasi keuangan pemerintah tumbuh dari 5,1% pada Januari jadi 20,1% di Februari lalu. Meskipun tumbuh signifikan, namun belanja anggaran pemerintah di kuartal I tahun ini masih rendah: hanya tumbuh 18,5% atau Rp 367,06 triliun dari total anggaran. Idealnya, tingkat belanja bisa 25%.
Tahunnya pemerintah
Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Asset Manajemen mengatakan, kredit perbankan yang tumbuh dalam dua bulan pertama tahun ini disebabkan antisipasi produsen kebutuhan pokok memasuki masa permintaan yang tinggi menjelang Lebaran.
Meskipun, kata Lana, penjualan ritel di tingkat konsumen masih melandai karena harga barang kebutuhan pokok naik. Pada Mei mendatang atau mendekati Hari Raya Lebaran, konsumsi masyarakat akan kembali meningkat.
Lana memperkirakan, pada April ini kucuran kredit perbankan masih akan tumbuh. “Saat ini, para produsen sudah minta kredit dari bank untuk antisipasi permintaan Lebaran," ujar Lana.
Lana menambahkan, pertumbuhan uang beredar yang didorong ekspansi keuangan pemerintah disebabkan pengeluaran belanja rutin awal tahun. Antara lain, penyaluran transfer daerah. Pada Januari lalu, realisasi transfer ke daerah Rp 66,8 triliun atau 10,4% dari pagu Rp 643,8 triliun.
Kepala Ekonom BII Juniman menambahkan, pertumbuhan uang beredar disebabkan program pembangunan pemerintah mulai bergulir. Di antaranya, pembangunan di sektor maritim, pertanian, dan sektor infrastruktur. Kredit perbankan yang tumbuh berasal dari kredit modal kerja untuk pembangunan proyek ketiga proyek tersebut.
Pertumbuhan tipis kredit pada sektor properti, lanjut Juniman, juga didukung program pemerintah dalam membangun rumah murah. "Jadi, tahun ini adalah tahunnya pemerintah," tandas Juniman.
Ke depannya, menurut Juniman, laju kredit akan sangat dipengaruhi oleh realisasi program-program pemerintah. Pasalnya, untuk kredit konsumen akan sulit karena mengalami berbagai tekanan harga akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Jika semua program pembangunan pemerintah berjalan mulus, Juniman memproyeksi, pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun ini bisa mencapai 5,19%, lebih baik dibanding triwulan IV 2014. “Kalau pemerintah bisa merealisasikan proyek-proyek infrastrukturnya, ekonomi tahun ini bisa tumbuh 5,5%,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News