Sumber: Kompas.com | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan urgensi di balik pembatasan masa klarifikasi pendukung calon perseorangan dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang hanya tiga hari. Ketentuan itu dinilai membatasi ruang gerak petugas Panitia Pemungutan Suara dalam melakukan verifikasi.
"Sulit untuk memahami (urgensi di balik keputusan DPR membatasi masa klarifikasi). Seharusnya penyelenggara tetap diberi ruang. Yang penting, kan, semua proses verifikasi faktual selesai dalam waktu 14 hari," kata Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay seperti dikutip Harian Kompas.
"Tetapi, nanti ada ruang konsultasi antara KPU dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) bersama pemerintah. Ini masih akan didiskusikan," lanjut Hadar.
Pasal 48 UU Pilkada, yang baru disetujui DPR dan pemerintah menjadi UU mengatur, jika pendukung calon perseorangan tidak bisa ditemui PPS dalam verifikasi faktual di alamatnya, pasangan calon diberi kesempatan menghadirkan mereka ke kantor PPS dalam waktu tiga hari. Jika tenggat itu tak dipenuhi, dukungan dicoret.
Hal itu merupakan ketentuan baru yang diadopsi dari Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pilkada. Bedanya, dalam PKPU No 9/2015, tidak ada batasan khusus terhadap waktu klarifikasi ke alamat pendukung.
PKPU mengatur, jika pendukung tidak berada di tempat, tim pasangan calon perseorangan dapat membawa mereka ke kantor PPS kapan saja selama 14 hari masa verifikasi faktual.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman menegaskan, alasan di balik pembatasan masa klarifikasi dukungan calon perseorangan untuk mencegah adanya dukungan fiktif.
Ia membantah jika aturan itu dimaksudkan untuk menghalangi calon perseorangan berpartisipasi di pilkada.
Namun, menurut Hadar, apabila hal itu yang dikhawatirkan, pembatasan masa klarifikasi bukan solusi yang tepat. "Kalau begitu kekhawatirannya, pastikan pengawas bekerja betul. Namun, tidak dibatas-batasi," ujar Hadar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News