Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri tindak pidana pencucian uang tersangka Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Sebanyak empat orang swasta dan satu notaris dimintai keterangan sebagai saksi oleh penyidik KPK pada Kamis (5/1), di antaranya Lioe Seng Tjin, H Epi Suparya, Siti Halimah alias Iim, Untung (notaris) dan Yayah Rodiah.
Penyidik KPK telah mengantongi bukti dan informasi dugaan Wawan menyamarkan aset melalui pihak keluarga, yang sebagian besarnya merupakan penyelenggara negara.
"Beberapa layer harus kita teliti dan pastikan ada indikasi uang dari hasil kejahatan," kata jubir KPK Febri Diansyah.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menjelaskan, dalam kasus pencucian uang penyamaran biasanya jadi satu dari beberapa fase.
Menurut dia penting bagi penyidik KPK untuk terus mengungkap aset Wawan di mana dan siapa saja yang ikut menikmatinya.
"KPK harus mengusut tuntas pencucian uang Wawan ini," tegas Ade menanggapi upaya penyidik KPK menelusuri aset pencucian uang Wawan.
Pidana korupsi yang menyeret pejabat publik yang berkuasa dan bertalian dengan politik dinasti tak hanya merugikan keuangan negara.
Ade menilai dalam kasus Wawan, adik mantan Gubernur Banteng Ratu Atut Chosiyah, mereka yang dirugikan adalah warga Banten.
Belajar dari kasus Atut dan Wawan yang terseret kasus korupsi karena imbas dari politik dinasti, masyarakat Banten seharusnya belajar banyak.
“Kenapa keluarga Atut maju terus di Pilkada Banten, karena akses terhadap sumber daya akan lebih mudah ketika berkuasa. Apalagi keluarga Atut kan keluarga pengusaha,” ujar Ade.
Hasil penelusuran ICW dan sejumlah lembaga, selama 2011-2013 perusahaan milik keluarga Atut mendapat 52 proyek senilai Rp 723,4 miliar dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Bina Marga serta Tata Ruang Provinsi Banten. (Y Gustaman)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News