Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita dua buah air soft gun dari penggeledahan di kediaman pengusaha asal Palembang, Syarif Abubakar di Palembang, Kamis (25/6) lalu. Penyitaan dan penggeledahan tersebut terkait dengan kasus dugaan suap di lingkungan Mahkamah Konstitusi yang menjerat Wali Kota Palembang, Romi Herton dan istrinya, Masyito.
"Disita dua air soft gun," kata Juru Bicara KPK Johan Budi melalui pesan singkat kepada wartawan, Jumat (27/6).
Lebih lanjut menurut Johan, selain air soft gun, KPK juga menyita peluru asli dalam penggeledahan tersebut. Namun demikian kata Johan, air soft gun dan peluru yang telah disita itu kini diserahkan kepada Kepolisian karena dianggap tidak berkaitan dengan perkara yang menjerat pasangan suami istri tersebut. "Jadi ini tidak berkaitan dengan perkara," kata Johan.
Dalam penggeledahan itu, KPK juga menyita sejumlah dokumen. Hingga kini pun belum diketahui keterkaitan antara Syarif dengan kasus Romi dan Masyito. Yang jelas, KPK telah melakukan pencegahan terhadap Syarif sehari setelah Romi dan Masyito ditetapkan sebagai tersangka, pada 17 Juni 2014.
Romi ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut bersama Masyito pada 16 Juni 2014 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tanggal 10 Juni 2014. Mereka diduga menyuap Akil Mochtar sebesar Rp 19,86 miliar agar dia dimenangkan dalam sengketa Pilkada Kota Palembang. Adapun Masyito berperan membantu Romi menyerahkan uang ke Akil.
Uang tersebut diberikan secara bertahap. Tahap pertama uang tersebut diberikan Romi melalui Masyito sebesar Rp 12 miliar dalam bentuk dollar Amerika dan Rp 3 miliar kepada tangan kanan Akil bernama Muhtar Ependy. Sementara sisanya, diberikan sesuai pembacaan putusan MK atas sengketa tersebut.
Atas perbuatan tersebut, keduanya disangkakan melanggar Lasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 22 jo Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasangan suami-istri tersebut juga disangkakan memberikan keterangan palsu saat bersaksi dalam persidangan. Keduanya dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomir 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News