kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KPK panggil saksi korupsi pajak BCA pekan depan


Rabu, 23 April 2014 / 20:50 WIB
KPK panggil saksi korupsi pajak BCA pekan depan
ILUSTRASI. Sederet Manfaat Minyak Kemiri untuk Kesehatan Tubuh


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil saksi-saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait surat permohonan keberatan PPh Bank BCA tahun 1999. Saat ini, penyidik KPK sedang menyusun daftar saksi yang akan dipanggil untuk menjalani pemeriksaan terkait kasus tersebut.

"Sekarang timnya (penyidik) sedang merumuskan jadwal pemeriksaan. Minggu depan-lah, ini masih disusun, minggu depan sudah mulai," kata Wakil Ketua Bambang Widjojanto kepada wartawan di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (23/4).

Seperti diketahui, KPK telah meningkatkan status kasus tersebut dari penyelidikan ke penyidikan dengan menetapkan mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo sebagai tersangka tersebut. Hadi diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh keberatan atas PPh PT BCA tahun 1999.

Sebagai penyelenggara negara, Hadi tercatat memiliki harta kekayaan dengan total nilai mencapai Rp 38,8 miliar. Harta yang dimiliki Hadi terdiri dari harta tak bergerak berupa tanah dan bangunan di 25 lokasi senilaiĀ  Rp 26,98 miliar. Hadi juga tercatat memiliki harta bergerak yang terdiri dari logam mulia, batu mulia, barang seni dan antik, serta harta bergerak lainnya dengan total nilai Rp 1,53 miliar.

Harta milik Hadi tersebut pun diperoleh dengan tahun yang bervariasi mulai dari tahun 1972 hingga 2004. Bahkan, hampir seluruh harta Hadi yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) hampir seluruhnya diperoleh dari hasil hibah.

Terkait hal tersebut, Bambang mengaku belum melihat LHKPN dan belum melakukan profiling terhadap aset milik Hadi sehingga pihaknya belum bisa menyimpulkan wajar atau tidaknya kepemilikan aset tersebut.

"Saya belum lihat, LHKPN-nya saya belum lihat, jadi saya enggak bisa simpulkan (wajar atau tidak), saya mesti cek," tambah Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×