Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menilai, Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) akan membawa dampak positif. Meski pun, saat ini ada kontroversi atas substansi RUU yang dianggap akan melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, KPK meminta DPR menghentikan pembahasan RUU tersebut.
Denny mengatakan, ketika ia masih menjadi Staf Khusus Presiden, banyak yang meminta ada pemerintah mendorong perubahan KUHAP.
"Mari kita flash back ke belakang dulu. Saat saya jadi Staf Khusus Presiden, banyak koalisi datang ke kantor mendesak agar RUU KUHAP diserahkan ke DPR. Saat saya jadi Wamen saya dorong itu," jelas Denny di Jakarta, Kamis (5/2/2014).
Menurut Denny, saat itu banyak koalisi masyarakat yang mendesak RUU tersebut direvisi, karena dianggap melanggar Hak Asasi Mansuia (HAM). Ia mengaku setuju dengan usulan tersebut dan akhirnya menyerahkan draf RUU KUHAP ke DPR.
"Misalnya, dengan revisi, penahanan masa waktunya bisa dibuat semakin pendek, itu bagus. Karena kalau panjang, bisa melanggar HAM. Kecendrungannya, pengadilan di seluruh dunia seperti itu," ujarnya.
Terkait revisi yang mengharuskan agar penegak hukum meminta izin terlebih dahulu kepada hakim untuk melakukan penyadapan, juga dinilainya sebagai hal yang positif. Menurut Denny, banyak institusi penegak hukum di seluruh dunia menerapkan hal seperti itu.
"Sebenarnya juga kan izin penyadapan itu juga harus dilakukan penegak hukum lain seperti jaksa dan Kepolisian, cuma sekarang kan karena KPK lagi dipercaya, jadi pada minta dong. Enggak usah pake penyadapan," paparnya.
Akan tetapi, Denny sepakat jika KPK diberikan kelonggaran terkait penyadapan. Dia juga berjanji akan segera menarik RUU KUHAP dari DPR jika terbukti ada upaya pelemahan terhadap KPK.
"Kalau sekarang saya sepakat KPK enggak perlu menggunakan izin. Tapi kinerja KPK harus dipertahankan, jangan sampai turun. MK dulu kita tidak khawatir dia tidak diawasi, tapi akhirnya seperti ini," kata Denny.
Minta pembahasan RUU KUHAP dihentikan
Diberitakan sebelumnya, Bambang meminta DPR menghentikan pembahasan RUU KUHAP. Menurut Bambang, ada tiga alasan DPR harus menghentikan pembahasan RUU tersebut. Alasan pertama, kata Bambang, waktu pembahasan tergolong sempit jika dibandingkan dengan masalah dalam revisi KUHAP yang substansial dan kompleks. Masa kerja anggota DPR periode 2009-2014, dianggapnya tak cukup untuk membahas sekitar 1.169 dan pasal dalam RUU KUHAP.
Alasan kedua, menurut Bambang, naskah tandingan RUU KUHAP yang di tangan KPK lebih memadai dibandingkan naskah yang diserahkan Kemenhuk dan HAM kepada DPR beberapa waktu lalu.
Alasan ketiga adalah karena pembahasan RUU KUHAP di DPR ini tidak melibatkan KPK. Kementerian Hukum dan HAM menyerahkan naskah RUU KUHAP dan RUU Hukum Pidana (KUHP) kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013. (Ihsanuddin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News