kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   -13.000   -0,85%
  • USD/IDR 16.200   -20,00   -0,12%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

KPK berhak ambil alih penyidikan


Rabu, 24 Oktober 2012 / 07:55 WIB
KPK berhak ambil alih penyidikan
ILUSTRASI. Pekerja menaikkan semen ke kapal. KONTAN/Baihaki


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan

JAKARTA. Upaya menggugat kewenangan penyidikan dan penuntutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus tindak pidana korupsi karena dianggap tumpang tindih dengan kewenangan polisi dan kejaksaan, kandas juga di Mahkamah Kostitusi (MK). Menurut MK, kewenangan lembaga anti-korupsi ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Judicial review beleid KPK didaftarkan pada 6 Agustus lalu oleh M. Farhat Abbas, pengacara senior. Pemohon menguji pasal 8 ayat (2), (3), (4) dan pasal 50 ayat (1), (2), (3), (4) UU KPK, karena dianggap bertentangan dengan pasal 1 ayat (3), pasal 24 ayat (3), pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Latar belakang uji materi ini bermula dari polemik dalam kasus korupsi pengadaan alat simulator untuk izin mengemudi (SIM) yang penyidikannya ganda antara KPK dan Polri.

Nah, MK menilai pasal 8 ayat (1) UU KPK sudah jelas tertera bahwa KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi lain yang menjalankan tugas berkaitan dengan pemberantasan korupsi.  Kemudian, pasal 8 ayat (2) juga sangat jelas menyatakan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan terhadap  pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan kepolisian atau kejaksaan.

Nah, MK memandang, UU KPK secara jelas dan tegas menyatakan, pihak kepolisian serta kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara paling lambat 14 hari sejak ada permintaan dari KPK. Dengan demikian, MK menilai dalil pemohon terkait dengan pasal 8 UU KPK tidak beralasan menurut hukum.

Mahfud MD, Ketua MK menjelaskan, dalil pemohon yang menyatakan terjadi dualisme dalam penanganan tindak pidana korupsi dan itu merugikan hak konstitusional si pemohon tidak tepat. "Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Mahfud saat membacakan amar putusan, Selasa (23/10).

Farhat dalam berkas permohonan uji materi menyatakan, ketentuan dalam  pasal 8 dan 50 UU KPK tidak sesuai dengan UUD 1945, sehingga melahirkan kerugian konstitusional. Menurutnya, pasal 30 ayat (4) UUD 1945 secara tegas memberikan kewenangan dalam penegakan hukum kepada kepolisian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×