Reporter: Hans Henricus B. | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membuat gebrakan. Yang terbaru, Komisi antikorupsi ini berencana menertibkan 19 yayasan yang bermasalah dalam pemakaian aset negara.
Mereka adalah yayasan-yayasan yang berada di bawah naungan sejumlah departemen dan BUMN. Rinciannya, enam yayasan berada di bawah Departemen Pertanian serta masing-masing dua yayasan di bawah Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Perum Perhutani. Lalu, Departemen Hukum dan HAM serta Departemen Perikanan dan Kelautan masing masing membawahi satu yayasan.
Ada pula tiga yayasan dibawah Bank Indonesia dan empat yayasan di bawah Departemen Pekerjaan Umum. "KPK sudah minta penjelasan pada sekretaris jenderal dari lima Departemen dan direksi Perhutani. Sedangkan BI akan dimintai klarifikasi dalam waktu dekat," kata Wakil Ketua KPK bidang Pencegahan, Haryono Umar, Sabtu (21/2).
Menurut Haryono, lewat klarifikasi itu, KPK mendapat jawaban bahwa yayasan tidak sepenuhnya dikelola negara. Sebab, mereka menjalin kontrak dengan swasta. Alhasil, yayasan itu telah berbentuk badan hukum yang terdaftar di Departemen Hukum dan HAM. Ironisnya, meski memakai aset negara, mereka tidak menyetorkan penerimaan negara bukan pajak kepada negara.
Padahal, undang-undang (UU) 17/ 2003 tentang Keuangan Negara menyebutkan, setiap kekayaan yang dikelola yayasan di lingkungan kementerian negara atau lembaga harus masuk dalam lingkup keuangan negara.
Nah, demi memuluskan aksinya, KPK akan membentuk tim teknis. Tim ini akan menilai penggunaan dan pertanggungjawaban aset negara. "Jangan sampai negara dirugikan," kata Haryono.
Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan Umum, Agoes Widjanarko mengaku telah mengadakan rapat pendahuluan dengan KPK untuk membahas hal ini. "Tindak lanjutnya akan dibentuk tim bersama KPK untuk meluruskan agar tidak ada kerugian negara," ujar Agoes kemarin. Jawaban serupa juga meluncur dari Menteri Pertanian Anton Apriyantono. "Sedang ditertibkan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News