kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.325.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Korupsi crane Pelindo II konspirasi sejak Okt 2010


Senin, 28 November 2016 / 17:23 WIB
Korupsi crane Pelindo II konspirasi sejak Okt 2010


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Kasus korupsi yang melibatkan mantan pejabat PT Pelindo II masuk ke persidangan, Senin (28/11). Hakim mengadili dua terdakwa, Ferialdy Noerlan, mantan Direktur Operasi dan Teknik Pelindo II dan Haryadi Budi Kuncoro, bekas Senior Manager Peralatan, sekaligus adik mantan Ketua KPK Bambang Widjojanto.

Mereka, dengan diketahui RJ Linno yang waktu itu menjabat Direktur Utama Pelindo, memasukkan proyek pengadaan derek atau mobile crane untuk delapan cabang pelabuhan, padahal tidak dibutuhkan.

Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan, jaksa penuntut umum menuturkan bahwa konspirasi bermula pada dalam sebuah rapat pada  Oktober 2010. Waktu itu, RJ Linno mengusulkan pengadaan mobile crane dengan kapasitas 25 ton dan 65 ton.

Pelaksanaan akan dilakukan pada 2011 dengan Ferialdy dan Haryadi sebagai pelaksananya. "Pengadaan mobile crane tersebut dilaksanakan pada 2011 dengan pelaksana kegiatan adalah terdakwa Ferialdy Noerlan yang memerintahkan Haryadi Budi Kuncoro untuk membuat kajian investasi dan menghitung harga satuan mobile crane," kata jaksa Tumpak M Pakpahan.

Atas perintah Haryadi, rencana ini kemudian dimasukkan dalam RKAP dengan anggaran sekitar Rp 58,92 miliar untuk 13 unit derek di delapan cabang Pelindo II yaitu di pelabuhan Panjang, Palembang, Pontianak, Bengkulu, Teluk Bayur, Banten, Cirebon dan Jambi.

Ketidakberesan mulai terjadi pada saat lelang. Hingga November 2011, hanya ada satu perusahaan yang memasukkan penawaran.

Karena itu diadakan lelang ulang. Pemenangnya adalah Guangxi Narishi Century M&E Equipment CO (GNCE) yang menawarkan mobile crane buatannya padahal beberapa syarat administratif tidak terpenuhi.

Selain itu, spesifikasi mobile crane yang diminta tidak terpenuhi lantaran tim teknis meminta mobile crane buatan Harbin Construction Machinery Co.Ltd (HCM), bukan buatan GNCE. Lolosnya GNCE ini diduga atas perintah Haryadi.

Hingga tanggal 5 Desember 2012, GCNE tidak bisa melaksanakan perjanjian sesuai perjanjkan. Bukannya dibatalkan, perjanjian ini justru diamandemen.

Dari yang awalnya mobile crane untuk delapan pelabuhan, diubah menjadi untuk pelabuhan di Tanjung Priok saja. Nilai pekerjaan pun dikurangi sebesar Rp 190 juta. GNCE baru menyerahkan 10 unit mobile crane pada 24 November tanpa dilakukan commisioning test.

Seperti diketahui, kesepuluh mobile crane itu pun mangkrak sampai sekarang. Berdasar kajian, saat ini hampir semua rusak. Pipa-pipa penyusun lengan melengkung sehingga membahayakan keselamatan. Kondisi penggerak dan aksesorisnya pun diduga hanya merupakan rekondisi, bukan baru.

Selain itu, spesifikasi teknis 10 derek tersebut tidak sesuai rencana kerja dan syarat teknis. Bahkan kondisinya tidak sesuai dengan buku panduan atau manual book.

Jaksa mengatakan, akibat perbuatan terdakwa tersebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 36,970 miliar sesuai laporan hasil pemeriksaan investigatif atas pengadaan 10 unit mobile crane pada PT Pelindo II dari Badan Pemeriksa Keuangan RI.

Usai sidang, kedua terdakwa bergegas meninggalkan lokasi dan tidak mau dimintai keterangan oleh wartawan. Keduanya juga tidak mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan tersebut. Sidang akan dilanjutkan pekan depan pada tanggal 5 Desember 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×