Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat terlihat semakin pesimistis terhadap kondisi perekonomian pada bulan Juni 2020.
Berdasarkan riset Danareksa Research Institute (DRI), Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada bulan lalu tercatat sebesar 72,6 atau turun 3,6% mom dari bulan sebelumnya yang sebesar 75,3.
Baca Juga: Indeks Keyakinan Konsumen Mei 2020 turun ke 77,8, konsumen masih pesimistis
Penurunan optimisme konsumen dipengaruhi oleh penurunan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini yang semakin tajam, 10,7% mom menjadi 36,8 dan penurunan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang bergerak turun 1,4% mom ke 99,5.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy melihat, turunnya IKK pada Juni 2020 selaras dengan prediksi pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 yang akan terkontraksi dalam.
"Karena prospek ekonomi yang belum menunjukkan perbaikan akibat Covid-19, konsumen menjadi pesimistis terhadap kondisi perekonomian," kata Yusuf kepada Kontan.co.id, Jumat (3/7).
Baca Juga: IHSG diramal menguat terbatas, Samuel Sekuritas rekomendasikan ICBP, PGAS, TLKM, LSIP
Sementara itu, konsumen yang terlihat pesimistis terhadap kondisi perekonomian yang akan datang, dipandang Yusuf sebagai imbas dari bantuan sosial (bansos) pemerintah yang belum tersalurkan secara merata.
Untuk itu, dalam mengungkit optimisme konsumen, Yusuf memandang perlu untuk pemerintah segera memperbaiki sistem dan mempercepat penyaluran bantuan, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan.
Selain itu, Yusuf juga mengimbau agar pemerintah memikirkan faktor psikologis konsumen. Menurutnya, faktor psikologis juga merupakan salah satu faktor penting dalam menaikkan optimisme konsumen.
Baca Juga: Bursa Asia berguguran menyusul Wall Street
Caranya, bisa dengan meningkatkan persepsi masyarakat kalau pemerintah benar-benar fokus dalam memberantas Covid-19 dengan memperbanyak kapasitas identifikasi Covid-19 dan dukungan lain bagi sektor kesehatan agar proses pemulihan bisa cepat dan optimal.
"Faktor psikologis sangat perlu. Kita ambil contoh Amerika Serikat (AS) ketika aktivitas eknomi dibuka, ternyata tdiak serta merta mendorong masyarakat berbelanja. Ini karena AS masih mencatatkan kenaikan kasus yang tinggi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News