kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konektivitas masih jadi kendala PJJ di perguruan tinggi


Rabu, 02 September 2020 / 18:55 WIB
Konektivitas masih jadi kendala PJJ di perguruan tinggi
ILUSTRASI. Hampir semua perguruan tinggi saat ini sudah melakukan pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir semua perguruan tinggi saat ini sudah melakukan pembelajaran secara daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ). Hingga 9 April lalu, sebanyak 98% perguruan tinggi sudah melaksanakan pembelajaran daring.

Meski sudah hampir 100% semua perguruan tinggi di Indonesia menerapkan pembelajaran daring, namun masalah utamanya dari pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) ada pada konektivitas.

Dari hasil survei, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam menyebutkan, hanya ada 10,61% yang menyatakan koneksi internet selama PJJ baik, dan 7,8% mengatakan sangat baik. Sisanya mahasiswa menyebut konektivitas kurang atau buruk.

Sisi transformasi digital baik dosen ataupun mahasiswanya cukup bagus tapi koneksinya yang masih jadi masalah. Sehingga ini jadi perhatian kita dengan koordinasi bersama Kominfo," jelas Nizam saat Webinar Kompas Talks with Universitas Terbuka (UT) dengan tema 'Menyusun Peta Jalan Pembelajaran Jarak Jauh', pada Rabu (2/9).

Baca Juga: Soal PJJ, DPR ingatkan Kemendikbud pilih operator dengan kualitas internet terluas

Meski konektivitas jadi masalah dalam PJJ di perguruan tinggi, ternyata tidak memiliki pengaruh signifikan pada capaian pembelajaran mahasiswa. Kesiapan mahasiswa, kesiapan dosen dan materi pembelajaran justru memiliki korelasi tinggi dengan ketercapaian pembelajaran.

"Konektivitas tidak dominan pada capaian pembelajaran. Jadi asal modul tersampaikan ke mahasiswa mereka bisa self study, ini agak melegakan meski aspek konektivitas jadi masalah tapi ternyata tidak terlalu berdampak pada capaian pembelajaran. Kesiapannya dosen dan kesiapan materi justru signifikan dampaknya pada capaian pembelajaran," jelas Nizam.

Ia menambahkan, semakin bagus materi dan kesiapan dari dosen, akan berdampak semakin bagus pencapaian pembelajaran. Melihat hal tersebut, Kemendikbud melakukan pelatihan bagi dosen saat libur semester di perguruan tinggi.

Dari kacamata mahasiswa, Nizam menyampaikan, 70% mahasiswa merasa bahwa perkuliahan dapat tersampaikan dengan baik melalui pembelajaran daring. Selain itu sisi positif lainnya ialah, mahasiswa merasa lebih dapat menjangkau bahan ajar atau modul dari perkuliahan.

"Positifnya jika semua kadang dosen tidak membagikan bahan kuliah ini bahan kuliah langsung dikirim dulu sehingga mahasiswa merasa justru akses kepada bahan ajar lebih mudah kualitasnya lebih baik," kata Nizam.

Kendati ada sisi positif dari pembelajaran daring, mulai dari tak perlu berangkat ke kampus dimana waktu lebih fleksibel dan sebagainya, 90% mahasiswa masih memilih pembelajaran luring atau tatap muka.

"Permasalahan yang mereka terutama koneksi yang tidak stabil, tugas-tugas yang semakin banyak dan biaya koneksi yang mahal. Kalau disuruh pilih daring atau luring, 90% pilih luring karena mereka merasa masih bisa bertemu teman ngobrol dengan dosen dan sebagainya," imbuhnya.

Baca Juga: Ikatan Guru Indonesia sambut baik program bantuan subsidi kuota bagi pelajar dan guru




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×