kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Komnas HAM: Di internasional orang masih bertanya bagaimana kasus Ahok


Sabtu, 22 Agustus 2020 / 07:21 WIB
Komnas HAM: Di internasional orang masih bertanya bagaimana kasus Ahok
ILUSTRASI. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik bersiap memberikan keterangan pers terkait Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tertanggal 9 Mei 2019 tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (24/6/2020).


Sumber: Kompas.com | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HMA) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kasus penodaan agama menimbulkan masalah karena tidak jelas batasannya. 

Definisi penodaan agama cenderung memuat unsur diskriminatif terhadap minoritas. Taufan mencontohkan, kasus penodaan agama mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. 

“Kasusnya Ahok itu luar biasa. Sampai hari ini tidak selesai-selesai. Di internasional orang masih bertanya bagaimana kasus Ahok,” kata Taufan dalam sebuah webinar, Jumat (21/8/2020). “Seolah-olah kita begitu kelamnya hanya gara-gara kasus itu”. 

Baca Juga: Komnas HAM sebut tahun 2019 merupakan tahun suram penegakan HAM

Taufan menyatakan, regulasi terkait persoalan agama semestinya tertuang dalam Pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun realitanya, polisi sering juga mengenakan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam memproses hukum laporan mengenai penodaan agama.  

Selain itu, Surat Edaran Kapolri No. SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian juga dijadikan acuan penegak hukum memproses persoalan yang berkaitan dengan agama. 

"Jadi, kadang-kadang enggak jelas batasannya, untuk kasus tertentu dianggap sebagai penodaan agama, untuk kasus lain tidak. Ada unsur diskriminasi juga, terutama antara mayoritas dan minoritas," tutur dia. 

Taufan menyebut, kasus penodaan agama di Jawa dan Sumatra jika mayoritas yang melakukan, maka akan selamat dari sebuah delik. Tapi, jika yang melakukan adalah minoritas, dia akan terkena delik penodaan agama. 

Sebaliknya, di Nusa Tenggara Timur (NTT), kalau penodaan agama dilakukan oleh mayoritas, dia akan mengalami nasib yang sama seperti minoritas di Jawa dan Sumatra. 

Oleh karena itu, Komnas HAM menyarankan, agar dilakukan kajian ulang terhadap semua regulasi yang berpotensi mengganggu hubungan sosial dan kemerdekaan individu agar tercipta suasana demokrasi. 

Baca Juga: Komnas HAM: Jangan sampai ada PHK maupun pengurangan hak buruh akibat wabah corona

"Kita tidak mampu merumuskan apa sebenarnya problem kita. Kita punya berbagai regulasi yang sebetulnya banyak menimbulkan masalah,” kata Taufan. 

“Kalau dibiarkan terus, distrust sosial semakin tinggi. Terkadang para ahli atau penegak hukum tidak menyadari. Apa yang kita sebut sebagai bangsa mengalami kelunturan dalam hubungan-hubungan akrab dengan sesama anak bangsa," ujar dia.

Penulis: Irfan Kamil

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komnas HAM: Kasus Ahok Itu Luar Biasa, di Internasional Orang Bertanya-tanya"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×