Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati memberikan beberapa usulan terhadap perumusan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terkait dengan pengaturan materi isi siaran televisi.
Menurutnya, siaran televisi haruslah mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak-anak. "Ada beberapa prinsip umum yang kami ingatkan kembali bahwa mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi prioritas," ujar Rita di dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI, Senin (24/2).
Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja juga revisi UU Pers, apa isinya?
Selain itu, Rita juga mengimbau agar tayangan televisi dapat lebih mengutamakan hak hidup dan tumbuh kembang anak, menerapkan prinsip non-diskriminasi, mengikuti regulasi yang berlaku, serta menegaskan kembali fungsi televisi sebagai sarana hiburan sekaligus pendidikan.
Mewakili KPAI, Rita juga memberikan lima buah masukan terhadap RUU Penyiaran untuk dapat mengatur agar tayangan televisi ke depannya bisa memberikan manfaat bagi anak-anak.
Pertama, KPAI meminta seluruh aktivitas penyiaran dari hulu hingga hilir harus memiliki perspektif perlindungan anak. Secara detail, dalam hal hulu, di dalamnya meliputi perencanaan produksi hingga proses produksi, harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
KPAI juga meminta agar pekerja anak di media harus terlindungi hak-haknya. Hal ini didukung oleh beberapa fakta bahwa anak-anak yang bekerja di industri media dapat bekerja bahkan hingga pagi hari.
Baca Juga: Inilah daftar 50 RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas)
"Kami mendapatkan beberapa studi yang mengatakan anak-anak yang bekerja di industri media perlindungannya cukup memprihatinkan, karena dia bisa bekerja sampai pagi hari, tentu ini mengganggu kepentingan anak," papar Rita.
Rita melanjutkan, RUU Penyiaran juga harus mengatur pemberitaan dan tayangan terkait dengan anak-anak. Baik sebagai korban, pelaku, atau saksi, harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, menurut KPAI, RUU Penyiaran dalam hal iklan promosi dan sponsorship, diperlukan adanya kuota iklan dan sponsorship maksimal 20% untuk semua bentuk iklan per hari. Selain itu, diperlukan pula pengaturan pelibatan anak dalam sebuah iklan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Lalu, iklan juga harus mengikuti Etika Pariwara Indonesia, UU Konsumen, dan regulasi lain yang terkait.
Ketiga, KPAI mengusulkan agar setiap satu stasiun televisi memiliki program anak yang sehat dan telah ditentukan porsinya oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Tentu dibarengi dengan penegasan peran televisi sebagai media hiburan yang edukatif.
Baca Juga: Kominfo ingin genjot PNBP sektor penyiaran, ini tanggapan Surya Citra Media (SCMA)
"Di tengah maraknya isu anak, maka preventif menjadi salah satu solusi dan saya kira stasiun televisi juga bisa masuk ke dalam penguatan perlindungan anak secara nasional," tambah Rita.
Keempat, KPAI meminta agar RUU Penyiaran juga memuat mengenai penerapan klasifikasi siaran yang pelaksanaan serta implementasinya diawasi dengan ketat oleh KPI.
Terakhir, terkait dengan iklan yang mengandung zat adiktif, KPAI mengusulkan agar acuan RUU Penyiaran kembali pada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 46 ayat 3 poin b, yaitu siaran iklan niaga dilarang melakukan (b) promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif.
KPAI juga meminta agar iklan rokok dan afiliasinya tidak mendapatkan toleransi sedikitpun. Terlebih, karena rokok merupakan salah satu zat adiktif. "Terakhir, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship oleh tobacco industry di semua media. Saya kira kalau nanti RUU ini akan mengatur di luar televisi, maka ini juga menjadi bagian dari masukan kami," kata Rita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News