Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Handoyo .
Rita melanjutkan, RUU Penyiaran juga harus mengatur pemberitaan dan tayangan terkait dengan anak-anak. Baik sebagai korban, pelaku, atau saksi, harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, menurut KPAI, RUU Penyiaran dalam hal iklan promosi dan sponsorship, diperlukan adanya kuota iklan dan sponsorship maksimal 20% untuk semua bentuk iklan per hari. Selain itu, diperlukan pula pengaturan pelibatan anak dalam sebuah iklan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Lalu, iklan juga harus mengikuti Etika Pariwara Indonesia, UU Konsumen, dan regulasi lain yang terkait.
Ketiga, KPAI mengusulkan agar setiap satu stasiun televisi memiliki program anak yang sehat dan telah ditentukan porsinya oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Tentu dibarengi dengan penegasan peran televisi sebagai media hiburan yang edukatif.
Baca Juga: Kominfo ingin genjot PNBP sektor penyiaran, ini tanggapan Surya Citra Media (SCMA)
"Di tengah maraknya isu anak, maka preventif menjadi salah satu solusi dan saya kira stasiun televisi juga bisa masuk ke dalam penguatan perlindungan anak secara nasional," tambah Rita.
Keempat, KPAI meminta agar RUU Penyiaran juga memuat mengenai penerapan klasifikasi siaran yang pelaksanaan serta implementasinya diawasi dengan ketat oleh KPI.
Terakhir, terkait dengan iklan yang mengandung zat adiktif, KPAI mengusulkan agar acuan RUU Penyiaran kembali pada UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 46 ayat 3 poin b, yaitu siaran iklan niaga dilarang melakukan (b) promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif.
KPAI juga meminta agar iklan rokok dan afiliasinya tidak mendapatkan toleransi sedikitpun. Terlebih, karena rokok merupakan salah satu zat adiktif. "Terakhir, pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship oleh tobacco industry di semua media. Saya kira kalau nanti RUU ini akan mengatur di luar televisi, maka ini juga menjadi bagian dari masukan kami," kata Rita.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News