kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Komisi IV DPR klarifikasi LoI moratorium hutan dengan Norwegia


Kamis, 17 Maret 2011 / 14:03 WIB
Komisi IV DPR klarifikasi LoI moratorium hutan dengan Norwegia
ILUSTRASI. Gambar mikroskop elektron pemindai ini menunjukkan virus corona baru atau Covid-19 (kuning) di antara sel manusia (merah).


Reporter: Petrus Dabu | Editor: Edy Can

JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengklarifikasi langsung ke parlemen dan pemerintah Norwegia mengenai sejumlah klausul letter of intent (LoI) tentang jedah tebang hutan. DPR beranggapan ada sejumlah klausul yang sumir.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Subagyo mengatakan, timnya akan berangkat ke Norwegia. "Tanggal 22 Maret kami resmi diterima parlemen dan pemerintah Norwegia," ujarnya, Kamis (17/3).

Beberapa klausul yang sumir menurut DPR, diantaranya artikel 9 dalam LoI tersebut yaitu mengenai duit US$ 1 miliar yang akan diberikan pemerintah Norwegia sebagai kompensasi jedah tebang hutan. Subagyo mengatakan, berdasarkan LoI duit tersebut akan diberikan setelah Indonesia menjalankan dengan baik isi LoI ini baik dari sisi administrattif maupun teknik.

Tetapi anehnya, dia bilang pembayarannya dilakukan melalui suatu lembaga keuangan. "Lembaga keuangan seperti apa, Indonesia dimana posisinya?," ujarnya.

Selain itu, Subagyo mengatakan, pencairan duit bisa dilakukan setelah mendapat persetujuan parlemen Norwegia. "Artinya, kalau anggaran tidak ada maka tidak akan dibayar. Ini yang kami minta kepastian," ujarnya. Firman mengatakan, klarifikasi ini penting karena pemerintah Norwegia pernah tidak membayar kompensasi kepada Brasil.

Selain klausul soal dana kompensasi, DPR menilai LoI tersebut belum mengatur dengan jelas soal perdagangan karbon. "Kalau pemerintah dan parlemen di sana tidak bisa menjelaskan, maka DPR akan menolak dengan tegas LoI ini," katanya.

Karena itu, Firman menyayangkan pemerintah Indonesia meneken LoI tersebut tahun lalu tanpa melalui persetujuan DPR. Sebab, dia menilai LoI ini tidak terlalu menguntungkan pihak Indonesia karena pemulihan hutan di Indonesia sudah dilakukan pemerintah tanpa harus diintervensi pihak luar. "Jangan sampai keberhasilan pemerintah dalam reboisasi diklaim sebagai keberhasilan pemerintah Norwegia," ujarnya.

Direktur Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto menyambut baik langkah DPR tersebut. "LoI itu kan belum menjadi MoU, kan masih bisa ditinjau, kalau nggak jadi, nggak apa-apa," tegasnya.

Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi juga mendukung langkah DPR tersebut. Hanya saja dia mengingatkan DPR supaya tidak dituding sekadar plesir harus merumuskan dengan jelas agenda kunjungan tersebut. "Kami mendukung langkah itu karena dengan itu bisa mendapatkan informasi langsung dari pihak Norwegia," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×