kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kominfo akan uji publik RPM roadmap penerapan IPv6


Kamis, 16 Januari 2014 / 18:10 WIB
Kominfo akan uji publik RPM roadmap penerapan IPv6
ILUSTRASI. Perusahaan outsourcing di Indonesia, PT Rasendria Nala Saputra


Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kementerian Kominfo pada tanggal 16-24 Januari 2014 akan mengadakan uji publik terhadap Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Kebijakan Roadmap Penerapan IPv6 di Indonesia. 

Dalam keterangan tertulisnya di situs resmi Kominfo, Kamis (16/1), Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto, menjelaskan, kini semakin krisisnya keterbatasan jumlah IPv4 dianggap sebagai tantangan yang harus dilakukan percepatan migrasi ke IPv6.

Untuk menghadapi tantangan dimaksud, pemerintah telah menyiapkan Roadmap Penerapan IPv6 di Indonesia, yang materinya antara lain memuat:

  1. Tahapan pencapaian yang menjadi target dari masing-masing pemangku kepentingan yang tercantum didalamnya beserta indicator keberhasilan dari kegiatan.
  2. Roadmap IPv6 terdiri dari 3 tahapan yaitu: tahap persiapan, tahap peralihan dan tahap pasca peralihan.
  3. Tahapan pencapaian dalam Roadmap IPv6 antara lain :
    1. Untuk instansi pemerintah dalam masa persiapan diharapkan sudah memberlakukan ketentuan perihal standar kemampuan IPv6 dalam tender pengadaan di seluruh instansi pemerintah. Dalam masa peralihan, diharapkan perangkat TIK pemerintah yang baru sudah support IPv6 serta penggunaan alamat IPv6 pada program-program pemerintah. Dalam masa pasca peralihan diharapkan mayoritas TIK pemerintah dalam skala nasional telah berkemampuan dan terhubung ke layanan IPv6.
    2. Infrastruktur operator utama dalam masa persiapan diharapkan sudah mendukung layanan IPv6 dengan masih tersedianya layanan IPv4, serta mulai berencana memasarkan layanan IPv6. Pada masa peralihan, diharapkan operator utama sudah mampu memberikan alamat IPv6 kepada pelanggan baru yang meminta per juni 2014 serta diharapkan end to end trafik IPv6 bisa mencapai 5%. Pada masa pasca peralihan diharapkan end to end trafik IPv6 mencapai 10%.
    3. Untuk medium-small operator pada masa peralihan diharapkan sudah menentukan arah kebijakan perusahaan serta memulai aksi penerapan IPv6 di jaringan mereka. Pada masa peralihan diharapkan sudah mulai update perangkat baru berkemampuan IPv6 dan masa pasca peralihan diharapkan terjadi peningatan terhadap medium-small operator yang sudah implementasi IPv6.
  4. Pada masa peralihan diharapakan perangkat-perangkat yang sudah support IPv6 mulai beredar di pasaran, dan pada pasca peralihan diharpakan perangkat berkemampuan IPv6 beredar luas.

Menurut Gatot, seiring dengan pertumbuhan industri Internet di Indonesia, baik disadari maupun tidak, kebutuhan akan alamat Internet Protokol (IP) juga akan meningkat.

Operator internet membutuhkan alamat IP untuk mengembangkan layanannya hingga ke pelosok negeri. Jaringan Internet di Indonesia berikut perangkat-perangkat pendukungnya hingga di tingkat end user masih menggunakan protokol IPv4.

“Kenyataan yang dihadapi dunia sekarang adalah menipisnya persediaan alamat IPv4 yang dapat dialokasikan,” ujar Gatot.

Jumlah alamat yang dapat didukung oleh IPv4 adalah 2 32 bits, sedangkan data terakhir pada waktu penulisan dokumen ini tersisa 7% saja di tingkat Internet Assigned Number Authority (IANA). Negara-negara lain sudah menyadari situasi ini sejak awal dekade dan telah memilih untuk beralih ke protokol IPv6.

Teknologi IPv6 adalah protokol untuk next generation Internet . IPv6 didesain sedemikian rupa untuk jauh melampaui kemampuan IPv4 yang umum digunakan sekarang ini.

Fitur-fitur dari aplikasi Internet masa depan dimungkinkan lewat penerapan teknologi IPv6. Dari segi jumlah alamat, IPv6 dapat mendukung 2 128 alamat.

Ini adalah pertumbuhan yang sangat masif dari IPv4 dan jumlah tersebut lebih dari cukup untuk menyelesaikan masalah persediaan alamat IP untuk waktu yang sangat panjang.

Arsitektur IPv6 juga didesain untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul pada teknologi IPv4 secara permanen.

Sebagian dari keunggulan IPv6 adalah keamanan jaringan yang terintegrasi, kemampuan untuk multicast , dukungan terhadap mobilitas yang tinggi dan kualitas layanan yang jauh lebih baik dari pendahulunya dalam mendukung konvergensi teknologi informasi dan komunikasi.

Tujuan disusunnya Roadmap Penerapan IPv6 di Indonesia adalah:

  1. Memberikan panduan kepada para stakeholder terkait dalam rangka penerapan IPv6 di Indonesia.
  2. Memberikan gambaran tentang arah dan strategi pemerintah dalam penerapan IPv6 di Indonesia.
  3. Menetapkan tahapan-tahapan pelaksanaan penerapan IPv6 di Indonesia

Berikut adalah ringkasan perbandingan antara fitur-fitur yang dimiliki teknologi IPv4 dan IPv6.

 Fitur

IPv4

IPv6

Jumlah Alamat

Menggunakan 32 bit sehingga jumlah alamat unik yang didukung terbatas 4.294.967.296 atau diatas 4 Milyar alamat IP saja. NAT mampu untuk sekedar memperlambat habisnya jumlah alamat IPv4, namun pada dasarnya IPv4 hanya menggunakan 32 bit sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan Internet dunia.

Menggunakan 128 bit untuk mendukung 3.4 x 10 38 alamat IP yang unik. Jumlah yang masif ini lebih dari cukup untuk menyelesaikan masalah keterbatasan jumlah alamat pada IPv4 secara permanen.

Routing

Performa routing menurun seiring dengan membesarnya ukuran tabel routing . Penyebabnya pemeriksaan header Maximum Transmission Unit (MTU) disetiap router dan hop switch.

Dengan proses routing yang jauh lebih efisien dari pendahulunya, IPv6 memiliki kemampuan untuk mengelola tabel routing yang besar.

Mobilitas

Dukungan terhadap mobilitas yang terbatas oleh kemampuan roaming saat beralih dari satu jaringan ke jaringan lain

Memenuhi kebutuhan mobilitas tinggi melalui roaming dari satu jaringan ke jaringan lain dengan tetap terjaganya kelangsungan sambungan. Fitur ini mendukung perkembangan aplikasi-aplikasi mobile mendatang.

Keamanan

Meski umum digunakan dalam mengamankan jaringan IPv4, header IPsec merupakan fitur tambahan pilihan pada standar IPv4.

IPsec dikembangkan sejalan dengan IPv6. Header IPsec menjadi fitur wajib dalam standar implementasi IPv6.

Ukuran Header

Ukuran header dasar 20 oktet ditambah ukuran header Options yang dapat bervariasi.

Ukuran header tetap 40 oktet. Sejumlah header pada IPv4 seperti Identification, Flags, Fragment offset, Header Checksum dan Padding telah dimodifikasi.

Header Checksum

Terdapat header checksum yang diperiksa oleh setiap switch (perangkat lapis ke 3), sehingga menambah delay.

Proses checksum tidak dilakukan di tingkat header , melainkan secara end-to-end . Header IPsec telah menjamin keamanan yang memadai.

Fragmentasi

Dilakukan di setiap hop yang melambatkan performa router . Proses menjadi lebih lama lagi apabila ukuran paket data melampaui MTU paket dipecah-pecah sebelum disatukan kembali di tempat tujuan.

Hanya dilakukan oleh host yang mengirimkan paket data. Disamping itu, terdapat fitur MTU discovery yang menentukan fragmentasi yang lebih tepat menyesuaikan dengan nilai MTU terkecil yang terdapat dalam sebuah jaringan dari ujung ke ujung.

Configuration

Ketika sebuah host terhubung ke sebuah jaringan, konfigurasi dilakukan secara manual.

Memiliki fitur stateless auto configuration dimana ketika sebuah host terhubung ke sebuah jaringan, konfigurasi dilakukan secara otomatis.

Kualitas layanan

Memakai mekanisme best effort untuk tanpa membedakan kebutuhan

Memakai mekanisme best level of effort yang memastikan kualitas layanan. Header traffic class menentukan prioritas pengiriman paket data berdasarkan kebutuhan akan kecepatan tinggi atau tingkat latency tinggi.

Dengan demikian, menurut Gatot, kelemahan-kelemahan yang ditemukan pada fitur-fitur IPv4 sudah diperbaiki sekaligus alasan mengapa negara-negara di dunia memilih IPv6 sebagai solusi permanen dari masalah utama yaitu keterbatasan jumlah alamat IP.

Penting untuk disadari oleh seluruh pemangku kepentingan dalam industri internet bahwa perbedaan apapun dalam memandang penerapan IPv6, kenyataannya Indonesia sudah terdesak untuk mempercepat penerapan IPv6.

“Sejak pertengahan dekade ini para ahli dari organisasi Internet Registry sudah memperkirakan krisis persediaan alamat IPv4 dalam waktu dekat,” beber Gatot.

Prediksi akan puncak dari krisis bervariasi mengikuti pendekatan penelitian yang mereka pilih. Alamat IPv4 di pool internasional telah habis di tahun 2011 dan di tahun berikutnya pada tingkat Regional Internet Registries (RIR) selaku organisasi yang mengatur alokasi dan pendaftaran sumber daya Internet wilayah regional, alamat IP.

Asia Pacific Network Information Center (APNIC), sebagai RIR untuk wilayah Asia Pasifik, dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa alamat IP yang dialokasikan ke wilayah ini tertinggi di dunia dengan diiringi oleh adanya 35% kenaikan permintaan IPv4 selama dua tahun terakhir.

"Ini adalah cermin dari meningkatnya perkembangan internet di Asia, jadi Indonesia tidak sendiri dalam hal membangun internet di dalam negeri," imbuh Gatot.

Hasil penelitian APNIC lainnya yang cukup mengkhawatirkan bahwa jumlah alokasi alamat IPv6 di kawasan Asia-Pasifik meningkat dua kali lipat sejak 2006. Negara-negara maju di Asia Timur, seperti Cina Jepang, Taiwan dan Republik Korea, tercatat telah memesan dan mendapat jumlah alamat IPv6 melebihi alokasi bagian lain di Asia-Pasifik.

Negara-negara ini memiliki tingkat ekonomi yang tinggi dan ditopang oleh tingkat aktifitas penggunaan Internet yang juga tinggi.

Maka, wajar apabila data menunjukan alokasi alamat IPv6 negara-negara ini begitu dominan, sebab kesiapan dalam mengantisipasi krisis IPv4 akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan Internet domestik dan akhirnya terhadap pertumbuhan ekonomi mereka.

Kekhawatiran akan tingkat kesiapan Indonesia dalam menghadapi potensi krisis alamat IPv4 tidak berhenti sampai di tingkat Asia Pasifik. Di Asia Tenggara, total alokasi alamat IPv6 bagi Indonesia tidak berbeda jauh dari Malaysia dan Singapura.

Namun, sekalipun populasi Malaysia dan Singapura dijumlahkan, perbandingan dengan 40 Juta pengguna Internet dan 150 Juta pelanggan telepon seluler di Indonesia jumlah permintaan alokasi alamat IPv6 masih minim. Ini adalah indikasi yang tidak terbantahkan bahwa negara-negara tetangga bergerak cepat dalam mengantisipasi krisis alamat IPv4 dan IPv6 adalah solusi satu-satunya yang dapat dilaksanakan.

Peralihan dari teknologi IPv4 ke IPv6 adalah tren global dimana negara-negara maju telah memulainya lebih awal. Kecenderungan ini tentu akan berpengaruh terhadap peta transaksi elektronik sekaligus menentukan arah perkembangan aplikasi dan perangkat menjadi berbasis IPv6.

Jika saat ini Indonesia tengah melakukan persiapan dalam menyikapi tantangan dan peluang dari konvergensi teknologi informasi dan komunikasi, maka penerapan IPv6 perlu untuk menjadi bagian penting dari usaha tersebut.

Tren teknologi informasi dan komunikasi mengarah ke Next Generation Network (NGN) dimana layanan tetap, seluler, penyiaran dan Internet melalui jaringan internet publik. Teknologi NGN membutuhkan jumlah alamat IP yang masif untuk pemberian identitas bagi perangkat-perangkat di dalam sistemnya.

Sejalan dengan tumbuhnya jumlah perangkat jaringan, layanan aplikasi juga akan tumbuh subur dan berkembang. Statistik periode 1992 hingga 2009 membuktikan pertumbuhan jumlah domain .com dunia mencapai 80 Juta situs.

Dengan memperhitungkan posisi Indonesia saat ini dalam menerapkan IPv6, pandangan dan persiapan negara-negara maju terhadap teknologi ini, prospek kovergensi komunikasi, serta jumlah alamat IP yang dibutuhkan dalam waktu dekat untuk menopang pertumbuhan ekonomi negara, menjadikan percepatan penerapan IPv6 di Indonesia menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak.

Pada tahap ini, pilihan bagi Indonesia adalah menuntaskan penerapan IPv6 atau kembali menunda yang dapat berarti ketertinggalan lebih jauh dari negara-negara maju.

Dalam berbagai pertemuan, ditemukan informasi bahwa perkiraan sumber daya IPv4 di tingkat Internet Service Provider (ISP) mobile akan habis pada 2014.

Tahun 2015 diperkirakan sudah ada pelanggan yang hanya memiliki pilihan native IPv6 sehingga jika saat itu migrasi ke IPv6 belum terwujud, akan terjadi kesenjangan konektifitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×