Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Genderang perang yang ditabuh Koalisi Merah Putih di DPR periode mendatang semakin nyaring setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi yang dimohonkan PDI Perjuangan dan Koalisi Perempuan.
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai putusan MK pada Senin (29/9) sore, secara tidak langsung membuat mulus jalan Koalisi Merah Putih (KMP) menguasai unsur pimpinan dan alat kelengkapan dewan.
"Secara tradisi politik yang selama ini berlaku dan sekarang masih diterapkan di DPRD tingkat I dan II, pimpinan DPR diduduki pemenang pemilu," ungkap Ari kepada Tribunnews.com.
Dengan putusan ini, sambung Ari, akan terjadi dua kutub persaingan di parlemen mendatang yakni kutub KMP sebagai pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan kubu Koalisi Indonesia Hebat sebagai pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Mahkamah dalam putusannya menimbang, konfigurasi pimpinan DPR harus mencerminkan konfigurasi pemenang pemilu dengan alasan menghormati kedaulatan rakyat yang memilih tidak berdasar.
Menurut Mahkamah, pemilu dilaksanakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden bukan untuk memilih pimpinan DPR. "Masalah pimpinan DPR menjadi hak dan kewenangan anggota DPR terpilih," ujar anggota hakim Patrialis Akbar.
Mekanisme pemilihan pimpinan DPR lazim berlaku dalam sistem pemerintahan presidensial yang menganut multipartai. Mekanisme itu akan berbeda jika hanya ada dua partai politik karena otomatis partai dengan anggota terbanyak menjadi ketua DPR.
Dengan sistem multipartai, kesepakatan kompromi politik di DPR sangat memungkinkan memilih ketua dan pimpinan DPR. Apalagi tak ada partai politik yang memperoleh mayoritas kursi mutlak di DPR.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah mekanisme pemilihan pimpinan DPR dan alat kelengkapannya adalah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk undang-undang yang tak bertentangan dengan UUD 1945," lanjut Patiralis. (Srihandriatmo Malau)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News