Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Koalisi Merah-Putih di parlemen kemungkinan menjadi batu sandungan bagi presiden terpilih Joko Widodo dalam mengambil keputusan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada, A Tony Prasetiantono, mengatakan sangat mungkin bagi Jokowi untuk menaikkan BBM bersubsidi usai dilantik, pada 20 Oktober 2014 mendatang.
"Sangat mungkin. Ada dua momen yang saya rekomendasikan," kata dia ditemui usai East Asia Policy Dialogue: Indonesia in Trade Agreements, di Jakarta, Jumat (12/9).
Pertama, kata dia, Jokowi bisa mengambil keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi pada November 2014. Pertimbangannya, pada bulan tersebut, inflasi tergolong rendah. Selain itu, pada bulan November, pemerintahan baru juga tengah mempersiapkan APBN 2015 yang lebih baik lagi.
"Tapi kalau itu tidak bisa dilakukan karena terlalu dekat dengan saat beliau (Jokowi) dilantik, maka opsi berikutnya Maret 2015," imbuh Tony.
Pertimbangannya, pada Januari dan Februari biasanya inflasi cenderung tinggi, dipicu musim penghujan dan banjir. "Nah kalau sudah mulai Maret itu sudah mulai turun," sambung dia. Jika dinaikkan pada bulan November 2014, sekitar Rp 2.000 per liter, maka APBN-P 2014 bisa lebih hemat Rp 70 triliun.
Artinya pula, jika Jokowi mau menaikkan harga pada November 2014, maka APBN 2015 tidak perlu dibebani carryover subsidi BBM tahun ini. "Oh iya (tidak perlu carryover). Kalau dinaikkan November 2014 itu bagus sekali. Cuma masalahnya itu masih terlalu dekat dengan pelantikan," lanjut Tony.
DIa yakin dengan karakter Jokowi yang bisa mengomunikasikan keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi, meski tetap ada pertentangan. "Pertentangannya dari mana? Malah mungkin dari parlemen, koalisi Merah-Putih," tandas Tony. (Estu Suryowati)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News