Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. 20 Oktober 2022 tepat 3 tahun pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin (Jokowi-Ma'ruf). Tiga tahun masa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf diawali dengan merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia pada tahun 2020 silam.
Pandemi juga ikut menghantam perekonomian Indonesia saat ini. Kini perlahan Indonesia mulai melakukan pemulihan ekonomi hingga pertumbuhan yang tadinya dipukul hingga ke level minus, mini mampu kembali positif. Dimana pada kuartal II 2022 kemarin pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 5,44% secara tahunan atau year on year (YoY).
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia terbilang cukup baik pada kuartal ke II 2022.
Baca Juga: Indonesia Masuk Daftar 10 Negara PDB Terbesar di Dunia
"Ada rebound yang harus diakui terjadi pasca pandemi reda. Tapi kita perlu mengejar ketertinggalan, karena pesaing di wilayah Asean seperti Vietnam dan Filipina masing-masing mencatatkan pertumbuhan 7,7% dan 7,4% pada kuartal yang sama," jelas Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (19/10).
Pasalnya pada saat resesi ekonomi terjadi, pelaku usaha termasuk sektor manufaktur akan mencari lokasi basis produksi di negara yang mampu berikan pertumbuhan tinggi.
Selain karena pemulihan mobilitas masyarakat, naiknya pertumbuhan juga disumbang oleh bonanza komoditas. Sementara booming harga komoditas sifatnya temporer.
"Pak jokowi disisa tahun masa kepemimpinan perlu kerja extra meningkatkan hilirisasi SDA dan membangun industri yang berorientasi jangka panjang seperti kawasan industri di Batang untuk keperluan pabrik mobil listrik," jelasnya.
Tak hanya pertumbuhan ekonomi yang masih apik, cadangan devisa Indonesia dinilai masih relatif tinggi meski terdapat koreksi. Dimana sampai September 2022 sebesar US$130,8 miliar. Namun jika dibandingkan dengan PDB, maka rasio cadangan devisa sebesar 8,4%. Artinya masih perlu didorong agar kemampuan dalam intervensi stabilitas kurs rupiah semakin baik.
"Perlindungan sosial terhadap PDB baru mencapai 2,5% pada 2023 mendatang. Sementara dibutuhkan setidaknya 4-5% rasio anggaran perlindungan sosial untuk menahan lonjakan angka kemiskinan baru akibat resesi dan inflasi," kata Bhima.
Selain itu, meski pembangunan infrastruktur kian masif, disatu sisi mendorong serapan tenaga kerja terutama program padat karya tunai, namun masih ada mega proyek seperti kereta cepat, jalan tol, bandara internasional yang mengalami kendala dari mulai utilitas yang masih rendah, beban APBN dan keuangan bumn meningkat, konten impor bahan material proyek yang tinggi.
Kemudian efek proyek infrastruktur terhadap tujuan utama penurunan biaya logistik masih belum tercapai. Bhima mencatat, biaya logistik masih tercatat di 23,5% dari produk domestik bruto (PDB) pada 2021. Serta Incremental capital-output ratio (ICOR) yang mencapai angka 8 pada 2021. Hal tersebut menunjukkan prioritas pembangunan infra perlu dilakukan evaluasi.
Baca Juga: Guru Besar UGM: DSR Indonesia di Atas 20% Selama Pemerintahan Jokowi
Adapun untuk di bidang pangan Peringkat Indonesia dalam Global Food Security Index tahun 2022 menempatkan Indonesia diposisi ke 63 dunia jauh lebih rendah dibanding Turki, Vietnam bahkan Rusia. Maka Bhima menyebut kerentanan pangan perlu dijawab dengan peningkatan alokasi subsidi pupuk, memastikan pangan lokal mampu mengurangi ketergantungan impor, dan bantuan pembiayaan lebih besar bagi petani tanaman pangan.
Atas kinerja tersebut Bhima menyebut Pemerintah Jokowi-Ma'ruf layak mendapatkan nilai 3 dari skala 1 sampai 5, dengan 5 sebagai nilai tertinggi.
"3 skornya karena ada blessing in disguise dari naiknya komoditas diakhir kepemimpinan Jokowi tapi masalah yang sifatnya struktural masih belum semua diselesaikan. Beberapa menteri bidang ekonomi juga kurang fokus dalam mengatasi masalah teknis karena mendekati pemilu konsentrasi terbagi," paparnya.
Meski pertumbuhan ekonomi dinilai bauk namun Bhima mengingatkan masih ada pekerjaan rumah yang perlu segera dirampungkan. Antara lain swasembada pangan, reforma agraria, infrastruktur untuk menurunkan biaya logistik, peningkatan kualitas ekonomi melalui hilirisasi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News