kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.871.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.445   -75,00   -0,45%
  • IDX 7.107   66,36   0,94%
  • KOMPAS100 1.034   12,73   1,25%
  • LQ45 806   9,73   1,22%
  • ISSI 223   1,91   0,86%
  • IDX30 421   5,94   1,43%
  • IDXHIDIV20 502   10,81   2,20%
  • IDX80 116   1,41   1,23%
  • IDXV30 120   2,66   2,27%
  • IDXQ30 138   2,04   1,50%

Khawatir rupiah, Ketua DPR minta BI diaudit


Senin, 24 Agustus 2015 / 22:45 WIB
Khawatir rupiah, Ketua DPR minta BI diaudit


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Ketua DPR Setya Novanto prihatin dengan terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Ia meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit terhadap kinerja Bank Indonesia sebagai penanggung jawab sektor moneter. 

"Sudah kami minta supaya Komisi XI mengundang BPK untuk mengajukan audit kepada BI," kata Setya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (24/8). 

Data Bloomberg pada Senin pukul 08.15 WIB menunjukkan, rupiah melemah ke posisi Rp 14.015 per dollar AS. Angka itu lebih rendah dibandingkan penutupan pekan lalu pada Rp 13.941,3. 

Menurut dia, audit perlu dilakukan terhadap kinerja BI agar bisa diketahui penyebab dan hal-hal terkait pelemahan nilai tukar rupiah yang saat ini terus terjadi. Audit bisa dilakukan dengan cara pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). 

"Ini supaya bisa memberikan analisa lebih jelas kesiapan BI," kata politisi Partai Golkar ini. 

Secara terpisah, Anggota Komisi IX DPR M Misbakhun juga menyampaikan hal senada. Dia mencontohkan, hal yang perlu diaudit adalah pelaksanaan operasi moneter yang dilakukan oleh BI. Dia menilai, ada konflik kepentingan yang menyebabkan bank sentral setengah hati mengamankan target nilai tukar yang diamanatkan UU APBN. 

"Terkait pelaksanaan operasi moneter, saya akan upayakan agar BPK mengaudit secara khusus BI," kata Misbakhun.

Permasalahan di BI yang lain, lanjut dia, adalah soal pencetakan uang, dan siapa saja yang terlibat dalam proses pencetakan uang tersebut.

"Siapa supplier-nya, siapa supplier kertasnya, siapa supplier tintanya, dan proses pengamanannya. Hal ini mengingat DPR juga sangat memperhatikan tentang sistem pembayaran di BI," kata Sekretaris Panja Penerimaan Negara DPR RI ini. 

Misbakhun menambahkan, masalah lainnya adalah dugaan benturan kepentingan perusahaan di bawah Yayasan Bank Indonesia yang banyak melakukan kerjasama pengelolaan kegiatan bisnis proses di BI yang mempunyai orientasi profit. Permasalahan di atas, menurut dia, menjadi konsen Komisi XI untuk melakukan pendalaman dalam pembahasan ATBI 2016. 

"Kalau BI tidak bisa menjelaskan banyak pertanyaan anggota Komisi XI terkait masalah yang sudah ditanyakan tersebut, maka bisa jadi ATBI 2016 sulit disetujui Komisi XI," kata Misbakhun. (Ihsanuddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×