Reporter: Margareta Engge Kharismawati, Dikky Setiawan, Asep Munazat Zatnika, Widyasari Ginting | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi kewenangan Badan Anggaran (Banggar) DPR menjadi angin segar bagi pemerintah.
Pada Mei lalu, MK memangkas sebagian kewenangan Banggar DPR. MK mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) serta UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Permohonan itu diajukan oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat, yakni YLBHI, FITRA, IBC, dan ICW.
Berdasarkan putusan MK, Banggar tidak dapat lagi membahas mata anggaran secara teknis bersama pemerintah hingga hal-hal yang sangat rinci di satuan tiga. MK juga menghapus kewenangan DPR dalam memberi tanda bintang pada anggaran yang dianggap belum memenuhi syarat Banggar hanya boleh menyatakan setuju atau tidak setuju.
Putusan MK itu diharapkan bisa mempercepat proses pembahasan bujet pemerintah. Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pemerintah harus melaksanakan amanat MK bahwa pembahasan di DPR hanya sampai dengan program saja, tidak rinci dalam kegiatan dan belanja.
Dia berharap, putusan MK ini bisa mempercepat proses pembahasan anggaran. "Insya Allah (bisa dipercepat). Mestinya secara teori begitu," ujar Chatib, Rabu (5/6). Menurutnya, putusan MK itu mengandung dua makna.
Pertama, pemblokiran tanda bintang tidak diperbolehkan lagi. Implikasinya, jika sudah disetujui DPR, maka pengajuan anggaran tidak bisa lagi dibintangi. Selama ini seringkali kementerian/lembaga, pengajuan anggarannya masih dibintangi oleh DPR.
Kedua, pembahasan di komisi DPR dengan kementerian/lembaga tidak masuk pada rincian kegiatan dan jenis belanja. "Kalau nanti DPR diskusi dengan pemerintah, pembahasan anggaran hanya sampai program. Kita harus patuhi putusan itu," tandas Chatib.
Dengan adanya dua elemen itu, pembahasan anggaran diharapkan berlangsung cepat. Selain itu, karena tak ada lagi pembintangan anggaran program di DPR, maka kontrol anggarannya berada di pemerintah, dalam hal ini dilakukan oleh Menteri Keuangan.
Rabu malam (4/6), Kementerian Keuangan telah melakukan sosialisasi isi dan dampak putusan MK tersebut kepada masing-masing kementerian/lembaga.
Pemerintah jadi leluasa
Margarito Kamis, Pengamat Hukum Tata Negara mendukung putusan MK. Dia menilai, selama ini wewenang Banggar terlalu besar. Dengan membintangi anggaran program tertentu, kegiatan yang dicanangkan pemerintah kerap terhambat. “Dulu ada salah satu anggaran KPK yang sudah disetujui, tapi dibintangi. Akhirnya, anggarannya tidak keluar,” kata Margarito.
Selain itu, pemerintah akan lebih leluasa dalam menyusun program dan kegiatan dalam APBN. Celah korupsi juga bisa ditutup. Sebab, korupsi anggaran pemerintah tak bisa dilepaskan dari proses pembahasan anggaran di DPR.Buktinya, kata Margarito, tidak sedikit anggota DPR yang terjerat kasus korupsi terkait anggaran pemerintah.
Namun, Koordinator Divisi Korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan menilai, putusan MK tak menutup celah korupsi di DPR. Potensi korupsi masih terbuka meski kewenangan DPR dalam membahas anggaran pemerintah berkurang.
Abdullah yakin ongkos politik politisi untuk duduk di kursi Senayan yang mahal jadi pemicu utama. “Semakin besar biaya dikeluarkan, anggota dewan akan korupsi untuk menutupi biaya politik itu,” kata Abdullah.
Celah kedua, masih adanya rapat kerja DPR dan pemerintah di luar gedung Senayan. Atau, pembahasan anggaran pemerintah bersifat tertutup dan tidak disaksikan publik.
Dalam rapat tertutup, peluang transaksi sangat besar. "Politik transaksional masih ada, selama ada tawar menawar antara pemerintah dan DPR," imbuh Abdullah.
Oleh karena itu, Abdullah berharap, praktik-praktik rapat kerja seperti itu dihilangkan. Dengan dalih apapun, rapat kerja pemerintah-DPR harus terbuka. Pembahasan anggaran harus transparan.
Ketua Banggar DPR, Ahmad Noor Supit menilai, putusan MK tak terlalu mengurangi wewenang Banggar. Pembahasan anggaran hingga satuan tiga berlangsung di komisi-komisi, tidak di Banggar. “Pembintangan terjadi antara kementerian terkait dan komisi,” kata Noor.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News