Reporter: Siti Masitoh | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Dinamika perekonomian global masih menjadi faktor yang akan memengaruhi arah perekonomian Indonesia ke depan.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara besar, kebijakan moneter global, hingga tensi geopolitik bisa membawa dampak langsung maupun tidak langsung terhadap kondisi domestik.
Andry menyoroti prospek ekonomi China menjadi salah satu perhatian utama. Menurutnya, meski inflasi di negara tersebut rendah, tantangan terbesar justru datang dari sisi pertumbuhan perekonomiannya. Ia memproyeksikan, prtumbuhan ekonomi China hanya akan berkisar 4%-5%, atau bahkan di bawah 5%.
“Isu yang paling besar di China bukan inflasi, namun bagaimana kemudian outlook dari pertumbuhan ekonomi China ke depan,” tutur Andry dalam Agenda Mandiri Macro and Market Brief Kuartal III 2025, Kamis (28/8/2025).
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Diproyeksi Tetap Solid di Semester II-2025
Andry menjelaskan alasan pelemahan ekonomi China perlu diwaspadai karena hal tersebut akan berpengaruh terhadap permintaan komoditas Indonesia. Ia mencontohkan, crude palm oil (CPO) dan batubara sebagai dua komoditas utama Indonesia sangat terkait dengan perkembangan ekonomi China.
Kebijakan Bank Sentral
Andry menambahkan, perlambatan ekonomi global tidak bisa dilepaskan dari arah kebijakan bank sentral utama dunia. Bank-bank sentral di berbagai negara telah memulai tren pemangkasan suku bunga acuan setelah periode panjang suku bunga tinggi. Hal ini menjadi tanda adanya perubahan fase dalam kebijakan moneter global.
Menurut Andry, arah baru kebijakan tersebut membuka ruang yang lebih besar bagi arus modal masuk ke negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Hampir semua negara sekarang sudah melakukan pemangkasan suku bunga acuan.. Ini tentu saja akan membuat emerging market capital market-nya akan semakin bergairah,” ujarnya.
Meski memberi peluang positif, Andry mengingatkan bahwa kondisi eksternal juga menyimpan risiko. Ketidakpastian geopolitik dan kebijakan perdagangan Amerika Serikat, misalnya, bisa berdampak pada stabilitas global maupun domestik.
Ia menekankan bahwa ketegangan tersebut berpotensi menimbulkan volatilitas pasar keuangan. Nilai tukar, imbal hasil obligasi, hingga aliran modal bisa berfluktuasi tajam sebagai konsekuensi dari sentimen global yang berubah cepat.
“Dua faktor utama dari isu volatilitas, yang akan berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan inflasi,” ungkapnya.
Andry menilai pemerintah bersama otoritas moneter dan fiskal perlu terus menjaga kewaspadaan. Menurutnya, langkah antisipatif akan menentukan kemampuan Indonesia mempertahankan momentum pertumbuhan di tengah tekanan global yang masih tinggi.
Baca Juga: Bank Indonesia Proyeksi Ekonomi RI Capai 5,3% pada 2026
Selanjutnya: Soroti Kasus Noel, Presiden Buruh: Kemenaker Gudangnya Korupsi
Menarik Dibaca: Prediksi, H2H, dan Line Up Cremonese vs Sassuolo (29/8): Apakah Bang Jay Main?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News