kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Keterbatasan data hambat efektivitas kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi


Selasa, 18 Agustus 2020 / 16:58 WIB
Keterbatasan data hambat efektivitas kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi
ILUSTRASI. Kemenkeu: Pengelolaan data yang baik menjadi unsur penting dalam mendukung efektivitas kebijakan.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Data menjadi hambatan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan. Terlebih pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) memaksa pemerintah untuk segera merespon dengan kebijakan yang mampu menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Amir Hidayat mengatakan, pengelolaan data yang baik menjadi unsur penting dalam mendukung efektivitas kebijakan.

Di negara maju, data kependudukan, jaminan sosial, sudah sangat baik. Sehingga, ketika situasi seperti pandemi Covid-19, bagi mereka relatif mudah melakukan desain kebijakan untuk melakukan eskalasi perlindungan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak Covid-19, baik yang kehilangan pekerjaan, terkena gangguan berusaha, dan sebagainya.

Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) pangkas target produksi, simak rekomendasi sahamnya

“Hal berbeda dengan yang kita hadapi di Indonesia, kita perlu berpikir keras dengan keterbatasan dukungan data kependudukan dan jaminan sosial yang ada saat ini,” kata Amir kepada Kontan.co.id, Senin (17/8).

Namun, kata Amir, Indonesia pernah melakukan reformasi subsidi BBM yang melahirkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang mencakup 40% penduduk dengan penghasilan terendah.  

Selanjutnya, digunakan sebagai basis data berbagai program perlindungan sosial yang sudah berjalan, seperti program keluarga harapan (PKH), kartu sembako, dan sebagainya.

“Berbagai program ini yang mempermudah eskalasi program perlindungan sosial dalam melindungi masyarakat miskin dan rentan terdampak dari bencana Covid-19,” ujar Amir.

Namun, menurutnya kondisi ini akan lebih ideal jika data-data mencakup 100% kependudukan. “Ini salah satu contoh saja, berbagai program yang bagus lainnya tidak mudah dieksekusi karena tidak didukung data yang memadai dan senantiasa terupdate,” ujar dia.

Setali tiga uang, data menjadi permasalahan lambatnya pencairan anggaran penanganan Covid-19. Menurut Amir, pemerintah mesti memastikan validitas data, faktor persiapan sistem terutama untuk program-program baru. Karenanya, memang situasi akibat Covid-19 tidak memungkinkan suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya untuk dilaksanakan.

Baca Juga: Realisasi stimulus tagihan listrik pelanggan sosial, bisnis, industri Rp 257,7 miliar

“Nah untuk memastikan implementasi anggaran ini pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi secara ketat dengan frekuensi yang tinggi yang intinya melakukan debottlenecking agar hambatan pencairan anggaran bisa diatasi dengan cepat,” ujar dia.

Amir menambahkan, untuk program-program yang diestimasi sulit untuk dilaksanakan atau yang alokasi anggarannya tidak akan terserap optimal maka disiapkan program alternatif agar dampak anggaran sebagai counter cyclical bagi aktivitas perekonomian dapat dilakukan seoptimal mungkin.

Berdasarkan data Kemenkeu realisasi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) sampai dengan 6 Agustus 2020 sebesar Rp 151,25 triliun. Angka tersebut setara 21,8% dari total anggaran senilai Rp 695,2 triliun.

Dari total pagu tersebut, Daftar Isian Inventaris Anggaran (DIPA) yang sudah ada sebesar Rp 313,2 triliun, Sementara yang belum ada DIPA sebanyak Rp 226,1 triliun. Sisanya, Rp 155,9 triliun merupakan anggaran tanpa DIPA yang dipergunakan untuk insentif perpajakan dalam program PEN.

Secara rinci, pertama untuk realisasi anggaran kesehatan sebesar Rp 7,14 triliun atau setara dengan 14,4% dari pagu senilai Rp 87,55 triliun. Anggaran kesehatan ini diperuntukkan bagi insentif kesehatan pusat dan daerah, santunan kematian tenaga kesehatan, penanganan oleh Gugus Tugas Covid-19, dan insentif bea masuk dan pajak pertambahan nilai (PPN) kesehatan.

Kedua, program perlindungan sosial tercatat sudah tersalurkan Rp 86,45 triliun. Angka tersebut setara 48,8% dari pagu Rp 203,91 triliun. Rinciannya untuk Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan sembako Jabodetabek, bantuan non tunai Jabodetabek, kartu pra kerja, diskon listirk dan Batuan Langsung Tunai (BLT).

Baca Juga: Semester I-2020, laba bersih Bank Sampoerna tumbuh 22,6%

Ketiga, realisasi dukungan sektoral Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemda sebesar Rp 8,6 triliun atau sama dengan 25,7% dari anggaran sebesar Rp 106,05 triliun. Dukungan ini diberikan untuk program padat karya K/L , DID pemulihan ekonomi, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik.

Keempat, realisasi insentif usaha senilai Rp 16,6 triliun, atau setara 13,7% dari anggaran senilai Rp 120,61 triliun. Ini disalurkan untuk insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, pengembalian pendahuluan PPN, dan diskon angsuran PPh Badan.

Baca Juga: Kemenperin dorong pelaku IKM optimalkan desain kemasan

Kelima, realisasi dukungan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebesar Rp 32,5 triliun atau sama dengan 27,1% dari pagu senilai Rp 123,47 triliun, antara lain tersalurkan untuk penempatan dana pemerintah diperbankan, pembiayaan investasi LPDB, PPh Final UMKM DTP, dan subsidi bunga UMKM.

Keenam, realisasi pembiayaan korporasi yang sama sekali belum terserap. Anggarannya mencapai Rp 53,57 triliun. Untuk ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan segera menyalurkan penyertaan modal negara (PMN) kepada pada perusahaan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) penerimanya diupayakan pada Agustus 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×