kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.707.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.304   -24,00   -0,15%
  • IDX 6.688   -61,97   -0,92%
  • KOMPAS100 984   -13,11   -1,31%
  • LQ45 760   -9,57   -1,24%
  • ISSI 209   -2,37   -1,12%
  • IDX30 394   -5,96   -1,49%
  • IDXHIDIV20 476   -6,71   -1,39%
  • IDX80 111   -1,52   -1,35%
  • IDXV30 117   -1,92   -1,62%
  • IDXQ30 129   -2,30   -1,75%

Kerugian Negara dalam Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina Capai Rp 193,7 Triliun


Selasa, 25 Februari 2025 / 07:46 WIB
Kerugian Negara dalam Dugaan Korupsi Minyak Mentah Pertamina Capai Rp 193,7 Triliun
Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (tengah) berjalan memasuki mobil tahanan usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018â??2023 di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym)


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 telah menyebabkan kerugian negara yang mencapai Rp 193,7 triliun. 

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa praktik melawan hukum dalam impor minyak mentah dan produk kilang ini berdampak signifikan terhadap keuangan negara serta subsidi energi.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers, Senin (24/2) malam dipantau dari Youtube Kejaksaan mengatakan,kerugian negara tersebut bersumber dari beberapa komponen utama. 

Baca Juga: Dirut Pertamina Patra Niaga Jadi Tersangka Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah

"Kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri mencapai Rp 35 triliun, sementara kerugian akibat impor minyak mentah melalui perantara atau broker mencapai Rp 2,7 triliun," ujarnya. 

Selain itu, Abdul bilang impor BBM melalui mekanisme yang sama menyebabkan kerugian sekitar Rp 9 triliun.

Komponen kerugian terbesar berasal dari pemberian kompensasi energi pada 2023 yang mencapai Rp 126 triliun. Sementara itu, pemberian subsidi BBM pada tahun yang sama menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 21 triliun. 

Skema impor yang dilakukan secara melawan hukum ini menyebabkan harga dasar BBM yang lebih tinggi, yang kemudian berdampak pada peningkatan beban kompensasi dan subsidi yang harus ditanggung oleh APBN.

Berdasarkan hasil penyidikan, lanjut Abdul, mekanisme yang dilakukan oleh para tersangka melibatkan pengkondisian produksi kilang dalam negeri agar menurun, sehingga kebutuhan minyak mentah dan produk kilang lebih banyak dipenuhi melalui impor. 

Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Regional JBB Lakukan Penyaluran Fakultatif LPG 3 Kg di Jakarta

Dalam praktiknya, minyak mentah produksi dalam negeri dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) kerap ditolak dengan alasan nilai ekonomis atau spesifikasi yang dianggap tidak sesuai, meskipun faktanya masih dapat diolah dengan proses tertentu.

Ketika produksi dalam negeri ditekan, minyak mentah Indonesia justru diekspor ke luar negeri. Sementara itu, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah, dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga produksi dalam negeri.

Penyidikan juga menemukan adanya pemufakatan jahat antara sejumlah penyelenggara negara dengan broker sebelum tender dilakukan. 

Harga pembelian telah disepakati sebelumnya dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi secara melawan hukum, sehingga negara dirugikan akibat harga impor yang lebih tinggi dari seharusnya. 

Selain itu, dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, ditemukan praktik pembelian bahan bakar Ron 90 yang kemudian di-blending menjadi Ron 92 di storage/depo, yang merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan.

Baca Juga: Menteri Perdagangan dan Dirut Pertamina Patra Niaga Tinjau SPBU Sleman

Lebih lanjut, ditemukan adanya mark-up kontrak pengiriman (shipping) yang dilakukan oleh pihak terkait, dengan tambahan biaya ilegal sebesar 13% hingga 15%. Keuntungan dari transaksi ini mengalir ke pihak tertentu, yang memperbesar kerugian negara.

Atas dasar temuan tersebut, Kejaksaan Agung telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah RS (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), SDS (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), YF (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), AP (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), MKAR (Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa), DW (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim), serta GRJ (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak).

Ketujuh tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Saat ini, mereka telah ditahan untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.

Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Tindak SPBU Nakal di Yogyakarta

Kasus ini menjadi salah satu skandal korupsi terbesar dalam sektor energi di Indonesia, dengan dampak langsung terhadap keuangan negara serta subsidi energi yang menjadi beban APBN. Kejaksaan Agung terus mendalami kasus ini untuk menindak pihak-pihak lain yang turut bertanggung jawab dalam praktik korupsi tersebut.

Selanjutnya: Anak Usaha DOID Menawarkan Sukuk Ijarah Senilai Rp 2 Triliun

Menarik Dibaca: Fanta Fruit Punch Hadir Kembali, Hanya Tersedia untuk Momen Ramadan lo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×