Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Negara berkembang, termasuk Indonesia mengalami kerugian hingga US$ 30 miliar akibat penangkapan ikan secara ilegal. Data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) yang dikutip Departemen Kelautan menyebutkan, kini, negara-negara berkembang harus berjuang keras dalam menghadapi aktivitas illegal fishing tersebut.
"Kegiatan illegal-unreported-unregulated (IUU) fishing telah mengakibatkan penurunan stok ikan, ancaman terhadap keberlanjutan sumber daya, dan merugikan nelayan berupa penurunan hasil tangkapan (catch per unit effort/CPUE). Ujungnya, nelayan tradisional selalu berada di bawah garis kemiskinan," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi dalam rilis hari ini (18/8).
Menurut Freddy, penanganan IUU fishing menjadi kebutuhan dunia internasional dan harus dianggap sebagai kejahatan yang terorganisasi. Dia pun menganjurkan agar dibentuk sebuah sistem baru pengadilan dengan wilayah regional, seperti ASEAN Court of Justice For Trans-Organized Crime untuk menyelesaikan kasus penangkapan ikan ilegal.
"Praktek IUU fishing berhubungan pula dengan kepastian batas maritim suatu negara, dan bisa dianggap layaknya tindakan kriminal pencucian uang," tambah Kepala Pusat Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Soenan H. Poernomo.
Data FAO menyebutkan bahwa sekitar 25% hasil perikanan dunia berasal dari praktek penangkapan ikan ilegal. Pada 2006 lalu, Indonesia berhasil mencegah kerugian hingga Rp 435 miliar dari aksi penangkapan ikan ilegal itu. Sementara itu, kerugian yang berhasil dicegah naik menjadi Rp 650 miliar pada tahun 2007.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News