Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Justisiari Perdana Kusumah, Managing Partner K&K Advocates-intellectual property mengatakan, berdasarkan data statistik Direktorat Kekayaan Intelektual sejak tahun 2015 kasus pemalsuan produk terus mengalami peningkatan.
Bahkan, Justi menyebut peningkatan yang terjadinya dalam kurun waktu 2015-2020 termasuk cukup tajam. Dimana kebanyakan kasus pemalsuan produk terjadi di Jakarta.
"Jadi kalau bisa dilihat Jakarta menjadi tempat dimana kegiatan pemalsuan ini terjadi dan kota-kota lain seperti Yogyakarta, Jawa Tengah yang angkanya juga relatif tinggi dan sepanjang tahun Jakarta tetap menjadi area utama distribusi produk-produk palsu," kata Justi dalam Webinar Anti-Counterfeiting Issues in Indonesia - Lesson Learned, Kamis (2/9).
Berdasarkan paparannya, tercatat ada kenaikan kerugian ekonomi Indonesia karena produk palsu dari 2015 hingga 2020. Dimana pada tahun 2020 kerugian negara mencapai Rp 291 triliun, meningkat tajam dibandingkan tahun 2015 sebesar Rp 65,1 triliun.
Baca Juga: Perluasan pengenaan cukai selain plastik perlu dilakukan
"Saya pahami dari ke-7 industri produk-produk palsu berkontribusi terhadap kerugian PDB Indonesia dan kerugian ini terus meningkat ini bukan merupakan fakta yang menggembirakan jadi penting sekali bagi semua orang untuk pemangku kepentingan untuk eliminir fakta yang tidak menggembirakan ini terkait dengan angka statistik ini," tegasnya.
Pasalnya merek dagang memiliki kontribusi 27% terhadap kegiatan ekspor, 21% terhadap PDB dan 26% terhadap tenaga Kerja Indonesia. Pelanggaran merek dagang secara konvensional biasanya terjadi secara luring. Kini aksi pemalsuan produk juga telah masuk ke ranah online.
Selama pandemi aksi pemalsuan merek dagang dinilai Justi cukup tinggi. Hal tersebut lantaran masyarakat yang di rumah saja akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk berbelanja secara daring. "Jakarta baru-baru ini PNG ditemukan 60 juta produk palsu yang tersebar di pasar Indonesia. Di 2020 pemerintah Indonesia berhasil menyita lebih dari 6.000 produk Gillette," imbuhnya.
Baca Juga: PMI Manufaktur RI kembali naik, saham-saham ini bisa dicermati
Maka maka Justi menekankan perlu sekali pemahaman dari masyarakat terutama anak muda mengenai perlindungan kekayaan intelektual. Bahkan, banyak anak Indonesia yang masih membeli barang palsu.
"Dan ini menjadi PR untuk semua orang untuk meningkatkan pemahaman, termasuk anak muda yang penting sekali untuk menghormati hak kekayaan intelektual dari merek dagang agar kita bisa memiliki pemahaman yang baik tentang kepemilikan hak kekayaan intelektual," paparnya.
Selanjutnya: Di tengah pandemi, Himbara mampu cetak kenaikan laba 18,4% hingga Juni 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News