Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, sudah ada 13,17 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan yang dilayangkan oleh wajib pajak sampai dengan 30 April 2023.
Hanya saja, berdasarkan data yang dilaporkan oleh DJP Kemenkeu, tingkat kepatuhan formal Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) non karyawan yang menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu masih terbilang rendah.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti mengatakan, sampai dengan 30 April 2023, terdapat 1,16 juta WP OP non karyawan yang telah menyampaikan SPT Tahunan atau baru mencapai 26,30% dari WP wajib SPT.
Dwi bilang, angka tersebut mengalami kontraksi 12,32% jika dibandingkan dengan tahun 2022. Kontraksi ini terjadi karena baseline tahun 2022 di periode yang sama mengalami pertumbuhan yang mencapai 10,63%.
Oleh karena itu, Ia menyebut, sebagai upaya untuk meningkatkan kepatuhan WP khususnya OP non karyawan, DJP Kemenkeu akan melakukan pengawasan berbasis Wajib Pajak Strategis dan Kewilayahan.
Baca Juga: Lapkeu Tahunan Dapat Opini WTP, BI Catat Surplus Anggaran Rp 21,76 Triliun di 2022
"Selain itu, bagi WP yang belum melaporkan SPT Tahunan akan diterbitkan Surat Teguran sebelum diterbitkan Surat Tagihan Pajak," ujar Dwi kepada Kontan.co.id, Kamis (4/5).
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan, rendahnya tingkat kepatuhan formal WP OP non karyawan tersebut lantaran WP tersebut harus melakukan perhitungan sendiri, serta bayar dan lapor sendiri.
"Non karyawan ini termasuk yang self assesment, kalau yang karyawan relatively gampang kita pantau. Namun demikian, ini masih ada waktu sampai akhir tahun," kata Yon saat ditemui di hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Rabu (3/5).
Sepakat dengan Yon, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research (TRI) Priyanto Budi Saptono mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang membuat tingkat kepatuhan WP non karyawan rendah.
Pertama, kepatuhan formal bagi non karyawan lebih kompleks lantaran ada penghasilan yang bersumber dari usaha. Berbeda dengan kepatuhan formal bagi karyawan yang lebih sederhana karena semua penghasilannya sudah dipotong PPh 21.
“Mereka (karyawan) tinggal salin angka-angka di forum 1721-A1 yang diberikan pemberi kerja ke dalam forum 1770S. Tidak ada penghasilan dari usaha, sedangkan penghasilan non usaha juga tinggal direkap ke dalam forum 1770S,” terang Prianto.
Kedua, bagi WP non karyawan, penghasilan harus dibagi menjadi objek PPh dan non objek PPh. Untuk penghasilan sebagai objek PPh, mereka harus pisahkan lagi mana objek PPh final dan objek non final.
Baca Juga: Sri Mulyani Menjawab Tantangan Menghadapi Pemulihan Ekonomi Asia
Prianto bilang, WP non karyawan, mereka juga harus mengumpulkan bukti potong PPh dari lawan transaksi yang memberikan penghasilan kepada mereka. Sayangnya, seringkali proses ini butuh waktu karena implementasinya baru menjelang akhir jatuh tempo pelaporan SPT PPh OP.
Oleh karena itu, Prianto menekankan kepada DJP untuk meningkatkan kepatuhan pajak non karyawan dengan cara sosialisasi dan dialog rutin secara intensif. Dengan cara ini, diyakini knowledge gap yang terjadi dapat diminimalkan.
“Peraturan yang berubah-ubah dan multitafsir menjadi alasan lain bagi mereka untuk terus update aturan. Pada akhirnya, mereka harus kreatif untuk patuh pajak. Kadangkala mereka justru memilih bingung secara pasrah dan jujur (honest perplexity),” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (2/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News