Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para produsen batubara nampaknya harus lebih bersabar agar dapat mewujudkan kenaikan harga batubara untuk pasar domestik atau domestic market obligation (DMO).
Untuk diketahui, Harga Domestic Market Obligation (DMO) batubara telah ditetapkan sejak tahun 2018 berdasarkan formula dalam Permen ESDM Nomor 07 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara.
Meski telah diperbarui dalam beberapa peraturan lainnya, harga DMO batubara hingga kini tidak berubah, yaitu sebesar US$ 70 per ton untuk listrik dan US$ 90 untuk industri tertentu, contohnya semen dan pupuk.
Menurut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terdapat alasan kuat mengapa harga DMO batubara tidak berubah sejak 7 tahun lalu.
Baca Juga: Menkeu Sebut Pembayaran Kompensasi Energi BUMN Hampir Tuntas
Analis Kebijakan Senior Kemenkeu, Robert jika harga batu bara DMO dilepas menggunakan harga pasar, maka biaya kelistrikan masyarakat berpotensi terkerek naik dan akhirnya dana subsidi listrik akan meningkat.
Dalam simulasi perhitungan Kemenkeu di tahun 2024, jika menggunakan harga pasar, atau mengikuti fluktuasi harga batubara global, maka anggaran subsidi listrik Indonesia dapat meningkat hingga Rp 22 triliun per tahun.
"Waktu itu, rata-rata harga batu bara acuan (HBA) sepanjang 2024 tercatat sekitar US$121,5 ton. Jadi kalau kita lepas itu DMO, masyarakat agar tidak naik harga listriknya, pemerintah harus menambah lagi subsidi kompensasi sebesar Rp22 triliun,” kata Robert dalam diskusi IESR, di Jakarta Pusat, Rabu (3/12/2025).
Dengan hasil perhitungan Kemenkeu tersebutlah, Robert menegaskan bahwa DMO yang menggunakan penetapan harga batubara domestik (DPO) diperlukan untuk menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Cukup besar memang. Jadi kenapa DMO itu dan DPO itu perlu? Karena kita juga menjaga sustainability APBN," tambah dia.
Terkait alasan dari Kemenkeu ini, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI–ICMA) dan Indonesia Mining Association (IMA) memberikan perspektif lain.
Menurut Direktur Eksekutif APBI, Gita Mahyarani, evaluasi terkait harga DMO sejatinya tidak harus menggunakan harga global, atau mengikuti rata-rata harga global.
Baca Juga: Menkeu Sebut Pembayaran Kompensasi Energi BUMN Hampir Tuntas
"Kami tetap mengharapkan adanya ruang diskusi untuk harga DMO kelistrikan US$70 per ton karena berlaku sejak 2018. Setidaknya ada ruang evaluasi. Penyesuaian harga pun tidak harus menyamai harga global dan tetap dapat memberlakukan harga khusus," kata Gita kepada Kontan, Kamis (04/12/2025).
Senada, Executive Director Indonesian Mining Association (IMA) Hendra Sinadia, mengatakan kenaikan harga DMO melalui Domestic Price Obligation (DPO) berkaitan dengan margin penambang makin tertekan dengan kenaikan biaya operasional dari tahun ke tahun.
"Usulan (kenaikan) ke Pemerintah untuk mempertimbangkan kembali harga tersebut adalah juga dengan pertimbangan adanya risiko keamanan (jaminan) pasokan ke domestik jika DPO masih $70/ton," kata dia.
Menurut Hendra, walaupun pasokan ke domestik sudah diproteksi dengan berbagai kebijakan, seperti antara lain wajib pasok dengan ancaman sanksi atau denda, kemudian penugasan dari Pemerintah. Menurut catatan IMA, dihampir setiap tender PLN atau Produsen Listrik Independen (IPP), penambang yang memiliki reputasi dan komitmen yang baik, menurutnya sangat minim partisipasi.
"Selain itu kontrak-kontrak jangka panjang yang existing sebagian besar akan habis, sedangkan upaya untuk mendapatkan perpanjangan kontrak praktis sangat sulit," tambah dia.
Baca Juga: Menteri PKP Siapkan 400 Rumah Standby di Medan, Relokasi Tetap Kewenangan Pemda
Hendra juga menyebut, jika terdapat kenaikan harga ekspor batubara, seperti misalnya yang terjadi di 2021-2022, pemasok akan mencari segala upaya untuk mengalihkan pasokan domestik ke pasar ekspor guna memanfaatkan momentum keuntungan sebagai bekal jika siklus harga komoditas kembali ke level rendah di masa mendatang.
Hendra juga mengaku, IMA sudah sempat meminta Kementerian ESDM untuk mengkaji ulang DPO batu bara agar disesuaikan kembali, tetapi hingga kini permohonan tersebut tidak kunjung ditanggapi oleh pemerintah.
"Iya, usulan ini sudah sering disampaikan oleh IMA dan APBI ke pemerintah. Adapun kelanjutannya tentu adalah domain dari Pemerintah," tutupnya.
Selanjutnya: Mengapa KPR Tetap Lesu di Tengah Guyuran Stimulus?
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (5/12), Hujan Sangat Lebat Turun di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News












