kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kemudahan berusaha hingga insentif berbasis kebutuhan kunci peningkatan investasi


Rabu, 11 November 2020 / 08:58 WIB
Kemudahan berusaha hingga insentif berbasis kebutuhan kunci peningkatan investasi
ILUSTRASI. Pencari kerja melintasi salahsatu perusahaan yang membuka lowongan saat Pameran Bursa Kerja


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah terus berupaya meningkatkan investasi yang masuk ke dalam negeri. Hal ini tak lain guna menyelamatkan perekonomian dalam negeri dari keterpurukan yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19.

Berbagai langkah telah diambil pemerintah, mulai dari deregulasi untuk meningkatkan taraf kemudahan berusaha hingga beragam insentif fiskal maupun non-fiskal.

Namun, para penanam modal masih menemui banyak kendala, sehingga belum menjadikan Indonesia sebagai destinasi utama bagi investasi seperti yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo.

Menurut Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Hidayat Amir, para investor masih menemui banyak kendala ketika ingin menanamkan investasinya di Indonesia, antara lain saat akan memulai bisnisnya (starting business).

Baca Juga: Mau dapat program pemutihan pajak kendaraan dan gratis balik nama? Ini informasinya

Menurut mereka proses perizinan, termasuk prosedur, biaya dan waktu pengurusannya masih kalah bila dibandingkan dengan negara lain.

Selain komponen starting business, BKF mencatat masih ada komponen ease of doing business (EoDB) lain yang juga masih kurang bersaing dengan negara lain. Seperti diketahui, peringkat EoDB merupakan salah satu indikator yang dilihat oleh investor ketika akan masuk ke suatu negara.

Saat ini posisi Indonesia stagnan di peringkat 73 sejak 2018, sehingga perlu ada perbaikan di berbagai komponen EoDB agar peringkat dapat bergerak naik.

“Solusi dari pemerintah selain melakukan perbaikan dari sisi simplifikasi regulasi dan birokrasi atau kebijakan non fiskal, pemerintah juga akan menggunakan instrumen fiskal untuk mendorong realisasi investasi untuk pemulihan ekonomi dari berbagai sektor,” kata Hidayat dalam webinar bertajuk Peluang Mendorong Investasi Saat Pandemi, Senin (9/11) kemarin.

Hidayat mengatakan, seiring perkembangan sektor industri yang fokus pada inovasi dan produk dengan eksternalitas negatif yang lebih rendah pihaknya juga bersiap dan sangat responsif.

“Misalnya insentif produk mobil listrik yang rendah emisi. Aturan ini bisa ditranslasi lewat aturan cukai yang lebih rendah, sesuai prinsipnya membatasi eksternalitas,” ujarnya.

Ia menambahkan perlu juga ada kebijakan fiskal berupa tax holiday dan tax allowance yang sifatnya sebagai pemanis untuk menarik investasi. BKF menurut Hidayat, juga secara proaktif mengevaluasi kebijakan yang ada terkait dengan insentif.

“Setiap policy yang ada saat ini tengah kita kaji dan evaluasi, lalu kita sesuaikan dari sisi kebijakan. Jadi kebijakan itu bukan sesuatu yang fix, namun terus-menerus kita selalu evaluasi,” tegas Hidayat.

Baca Juga: Tiga praktisi ini yakin UU Cipta Kerja kunci persoalan ekonomi Indonesia

Evaluasi terus-menerus tersebut diharapkan akan mendukung langkah perbaikan ekonomi yang dilakukan pemerintah agar dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya memperkuat daya saing Indonesia dalam menangkap peluang investasi.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot, menyampaikan pihaknya terus melakukan perbaikan regulasi dan jalur birokrasi yang kerap menjadi persoalan bagi investor.

“Tentu dengan adanya perbaikan regulasi tumpang tindih, yang menyebabkan inefisiensi terhadap kegiatan perekonomian tentu kita harap ada perbaikan,” katanya. 

Saat ini menurut Yuliot, saat ini ada sekitar 154 perusahaan yang merencanakan relokasi ke Indonesia.

“Ini menunjukkan potensi investasi yang cukup besar, dan kami melihat 154 perusahaan tersebut sebagai signal positif atas perbaikan regulasi yang ada. Dengan kepastian melalui peraturan Menteri keuangan yang didelegasikan kepada BKPM, tentu ini akan lebih mempercepat proses pengambilan keputusan atas proposal investasi yang masuk,” pungkas Yuliot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×