Reporter: Abdul Basith | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan (Kemkes) minta masukan penyakit yang dikenakan skema urun biaya pada asosiasi profesi. Saat ini pembahasan tersebut masih dilakukan. Sebelumnya urun biaya telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.
"Diskusi sangat panjang pelayanan apa yang bisa menjadi urun biaya," ujar Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Analisis Pemanfaatan Biaya Kesehatan, Doni Arianto dalam diskusi evaluasi kinerja BPJS Kesehatan, Senin (25/3).
Doni bilang telah menyampaikan laporan keterlambatan tersebut. Klasifikasi layanan kesehatan yang dikenai urun biaya tersebut diminta selesai dalam jangka waktu 6 bulan setelah Perpres diundangkan.
Sebelumnya Perpres tersebut diundangkan pada 18 September 2018 lalu. Doni bilang pembahasan klasifikasi penyakit dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman. "Kita tidak ingin menjadi sebuah blunder, klausul yang memiliki potensi fraud, penyalahgunaan," terang Doni.
Berdasarkan Perpres urun biaya merupakan nominal tertentu untuk rawat jalan. Selain itu ada pula ketentuan 10% atau batas maksimal tertentu untuk rawat inap. Penyusunan tersebut juga melibatkan pihak rumah sakit. Namun, saat ini rumah sakit masih menunggu ulasan pemanfaatan dari BPJS Kesehatan.
"Penyakit yang mungkin dikenai urun biaya saat ini masih menunggu data dari BPJS," jelas Wakil Ketua Rumah Sakit Swasta seluruh Indonesia (ARSSI), Noor Arida Sofiana. Beberapa hal menjadi pertimbangan ARSSI dalam menentukan klasifikasi penyakit. Antara lain hasil ulasan pemanfaatan tertinggi dan rekomendasi dokter spesialis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News