Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjelaskan terkait utang para perusahaan BUMN yang meningkat di sepanjang tahun ini.
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius K Ro menjelaskan, sebetulnya utang perusahaan BUMN itu tidak sebesar Rp 5.271 triliun.
Pasalnya, jumlah tersebut tidak sepenuh utang. Aloysius bilang, sejatinya utang perusahaan BUMN terdiri dari dana pihak ketiga (DPK) dan cadangan. Apalagi, penyumbang utang BUMN terbesar berasal dari sektor keuangan (bank dan asuransi).
"Saya tekankan beda di dalam utang. Utang itu ada utang berbunga kepada kreditur ada yang utang sebenarnya dana pihak ketiga, ada utang piutang dengan pemerintah pegawai yang sebetulnya sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan," katanya saat ditemui di kantornya, Selasa (4/12).
Aloysius merinci setidaknya, jika dikurangi dengan DPK dan cadangan, sebetulnya jumlah utang perusahaan BUMN seluruhnya hanya mencapai Rp 2.488 triliun. "Bahkan jumlah tersebut bisa lebih kecil jika dirinci lebih lanjut," ucap dia.
Berdasarkan data yang dirinci dari 10 perusahaan BUMN terbesar, setidaknya DPK dari Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, dan Bank BTN sebesar Rp 2.448 triliun. "DPK ini merupakan dana yang tiba-tiba saja bisa diambil, jadi itu utang yang tidak signifikan," tambah dia.
Kemudian, ada utang yang merupakan cadangan premi dan akumulasi iuran pensiun sebesar Rp 335 triliun. "Jadi kalau dihitung utang BUMN itu hanya Rp 5.271 triliun dikurangi Rp 2.488 triliun dan Rp 335 triliun jadinya hanya Rp 2.488 triliun," jelas Aloysisus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News