Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi dalam proses penerbitan izin impor bawang putih.
Merespons hal ini, Plt Menteri Pertanian Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa pihaknya sudah mengeluarkan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) untuk sebanyak 140 importir bawang putih sepanjang tahun 2023.
Pihaknya memastikan pemilihan rekomendasi impor dilakukan secara transparan tanpa tebang pilih. Penerbitan rekomendasi impor hanya diberikan kepada importir yang sudah memenuhi persyaratan.
"Saya akan buka transparan siapa saja importirnya dari 140 yang ada. Langkah ini diperlukan karena kemarin ada suara yang mengatakan hanya satu dua importir saja yang mendapat RIPH," kata Arief dalam keterangannya, Selasa (18/10).
Baca Juga: Plt Mentan Targetkan RIPH Bawang Putih Tidak Lebih dari 650.000 Ton pada Tahun Depan
Sebanyak 140 perusahaan tersebut sudah memenuhi persyaratan yang diminta seperti melakukan wajib tanam sebagai komitmen bersama dalam mendukung pembangunan pertanian nasional.
Bahkan menurutnya ada beberapa yang sudah melakukan wajib tanam lebih dari tiga kali dan telah diberikan reward dengan mendapatkan lebih banyak RIPH.
Namun begitu, Arief mengatakan yang diperlukan saat ini adalah melakukan pembatasan importasi di Kementerian Perdagangan supaya tidak terjadi overstock sehingga antara kebutuhan dan stok sama-sama mencukupi.
Sebagai informasi, kebutuhan bawang putih secara nasional rata-rata mencapai 620.000 ton per tahun.
"Kementerian Pertanian tidak akan mengeluarkan rekomendasi dari 620 ribu Ton setelah ini. Yang pasti kita kerjakan apapun yang bisa menjadikan harga sampai dengan ke konsumen lebih baik," katanya.
Baca Juga: Impor Bahan Pangan Indonesia Terus Melejit, Swasembada Pangan Hanya Khayalan
Sebelumnya, Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika, menduga, maladministrasi ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Kemendag) dalam menindaklanjuti RIPH yang sudah dikeluarkan oleh Kementan.
Ada beberapa hal yang ditemukan Ombudsman RI. Pertama, pengabaian kewajiban hukum dengan dasar tidak berjalannya prosedur penerbitan dari ketentuan lima hari Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih setelah dokumen dinyatakan lengkap. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 25 tahun 2022.
Kedua, melampaui wewenang. Hal itu terkait dalam hal tertahannya penerbitan SPI bawang putih dengan dasar justifikasi tindakan dalam penyelenggaraan SPI bawang putih di luar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan kepada Ditjen Perdagangan Luar Negeri.
Ketiga, penundaan berlarut. Yeka mengatakan, dalam penerbitan SPI bawang putih bagi pelapor yang sangat melebihi jangka waktu pelayanan lima hari kerja setelah dokumen dinyatakan lengkap sesuai dengan persyaratan.
Baca Juga: Hati-hati, Lonjakan Impor Pangan Bisa Berdampak ke Neraca Perdagangan Indonesia
Keempat, penyimpangan prosedur. Yeka menyebut, dalam penerbitan SPI bawang putih dengan menambah tahapan prosedur berupa diperlukannya pertimbangan Menteri Perdagangan terlebih dahulu sebagai dasar persetujuan suatu permohonan.
Terakhir, diskriminasi. Yeka menerangkan, dalam penerbitan SPI bawang putih dengan perlakuan SPI bawang putih yang berbeda dan tidak sesuai dengan urutan permohonan yang dinyatakan lengkap terlebih dahulu untuk diterbitkan SPI bawang putihnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News