Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka mendukung usaha di bidang bahan bakar nabati untuk mengakomodir kebutuhan barang kena cukai dan keperluan ibadah, menteri keuangan (menkeu) menyempurnakan tata cara pembebasan cukai.
Beleid tersebut tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) no. 172/PMK.04/2019 tentang tata cara pembebasan cukai. PMK ini merupakan penyempurnaan dari PMK sebelumnya, yaitu PMK no. 109/PMK.04/2010.
Baca Juga: Garuda Indonesia lepas tangan soal penyelundupan onderdil ilegal Harley Davidson
Dalam PMK baru tersebut, terdapat beberapa perubahan dan penambahan. Pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol yang berasal dari pabrik, tempat penyimpanan, atau yang diimpor dan digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai.
Pengusaha barang hasil akhir yang menggunakan etil alkohol seperti yang diatur tersebut, harus menimbun etil alkohol yang telah mendapat fasilitas pembebasan cukai untuk digunakan sebagai bahan baku atau penolong dalam tempat tersendiri di lokasi perusahaannya.
Namun, beberapa pengusaha barang hasil akhir dilarang untuk menimbun etil alkohol dan membuang barang hasil akhir yang bukan merupakan barang kena cukai di satu tempat yang sama dan dengan ketentuan barang tersebut merupakan bahan bakar nabati dan tempat yang digunakan untuk menimbun etil alkohol telah mendapat izin dari instansi di bidang energi dan sumber daya mineral.
Baca Juga: Atur tata cara penyetoran saldo mengendap, Kemenkeu terbitkan PMK
Pengusaha yang mengelola tempat penimbunan etil alkohol tersebut harus mencatat penerimaan dan penggunaan etil alkohol yang mendapat fasilitas pembebasan cukai dan menerapkan sistem informasi persediaan berbasis komputer terhadap penerimaan dan penggunaan etil alkohol yang nantinya bisa dimonitor oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) baik secara langsung maupun lewat online.
Selain itu, pengusaha harus mencatat penerimaan dan penggunaan etil alkohol yang telah mendapat fasilitas pembebasan cukai serta barang hasil akhir yang diproduksi dalam buku persediaan dengan menggunakan dokumen BCK-10.
Selanjutnya, dalam PMK tersebut, pembebasan cukai dapat diberikan pada etil alkohol yang minuman yang mengandung etil yang digunakan untuk tujuan sosial tanpa ada ketentuan kadar paling rendah. Sementara dalam PMK sebelumnya, diatur kadar paling rendah adalah 85%.
Tujuan sosial yang dimaksud adalah etil alkohol untuk keperluan rumah sakit dan keperluan bantuan bencana alam atau yang untuk keperluan peribadatan umum.
Untuk memperoleh pembebasan cukai tersebut, pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir etil alkohol, serta pengusaha pabrik minuman yang mengandung etil alkohol harus mengajukan permohonan kepada menkeu, secara spesifik direktur jenderal melalui kepala kantor dengan menggunakan dokumen PMCK-3.
Permohonan untuk mendapatkan pembebasan cukai tersebut diajukan berdasarkan pemesanan rumah sakit atau lembaga yang menangani bencana alam dengan mencantumkan rincian jumlah etil alkohol yang diminta pembebasan cukai dan disertai dengan tujuan pemakaiannya. Ini juga harus melampirkan rekomendasi dari instansi yang menangani bencana alam.
Baca Juga: Begini strategi Indonesian Tobacco (ITIC) mengerek kinerja bisnis di tahun 2020
Sementara permohonan pembebasan cukai untuk tujuan peribadatan umum, harus berdasarkan pemesanan lembaga keagamaan dengan mencantumkan rincian berupa jumlah minuman yang mengandung etil alkohol yang akan diajukan pembebasan cukai dan disertai tujuan pemakaiannya.
Ini pun harus disertai dengan daftar tempat ibadah yang memerlukan pembebasan minuman yang mengandung etil alkohol dan melampirkan rekomendasi dari instansi yang menangani urusan keagamaan.
Untuk selanjutnya, Pengusaha pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, atau importir sebelum mengeluarkan etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol yang telah mendapat fasilitas ini dari pabrik, tempat penyimpanan, atau kawasan pabean harus lapor kepada kepala kantor dengan dokumen CK-5.
Baca Juga: Sri Mulyani sayangkan penyelundupan onderdil Harley Davidson di pesawat baru Garuda
Dokumen CK-5 tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh PMK tentang penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai.
Rumah sakit yang menerima ini pun harus menyampaikan laporan bulanan penerimaan dan penggunaan etil alkohol kepada pemerintah paling lambat tanggal 10 pada bulan berikutnya.
Di dalamnya harus disertakan jumlah etil alkohol yang telah diterima, digunakan, dan belum digunakan pada akhir bulan dengan menggunakan dokumen LACK-6. Peraturan ini pun mulai diterapkan pada tanggal 2 Desember 2019.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News