Reporter: Siti Masitoh | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengungkapkan, kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias Tax Amnesty Jilid II, akan mendorong transformasi ekonomi nasional.
Menurutnya, transformasi ekonomi terjadi melalui terciptanya potensi sumber investasi baru untuk membiayai pembangunan ekonomi dan perluasan basis perpajakan nasional.
“PPS seharusnya merupakan kesempatan terbaik yang disediakan pemerintah dan seyogianya digunakan sebaik-baiknya oleh Wajib Pajak (WP),” Tutur Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Sabtu, (26/2).
Kebijakan investasi PPS diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor KMK 52/KMK.010/2022 tentang Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan SDA Dan Sektor Energi Terbarukan Sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan PPS Sukarela WP.
Baca Juga: Negara Raup Rp 2,13 Triliun dari Tax Amnesty Jilid II per 25 Februari
Pemerintah menetapkan kebijakan tarif pajak terendah bagi investasi dalam rangka PPS yang mendorong transformasi ekonomi yaitu sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) dan energi terbarukan.
Sementara Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Program Pengungkapan Sukarela WP mengatur pedoman teknis pengungkapan harta bersih atau deklarasi.
PMK itu juga mengatur pengalihan harta bersih ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau repatriasi dan investasi harta bersih pada Surat Berharga Negara atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.
Pemerintah akan menawarkan SBN khusus dalam rangka PPS secara rutin bergantian antara instrumen SUN dan SBSN sebagaimana jadwal penerbitan pada laman https://www.djppr.kemenkeu.go.id/pps/.
Ada dua kebijakan dalam PPS ini. Pertama, kebijakan I bagi WP eks peserta program tax amnesty. Kedua, Kebijakan II bagi WP Orang Pribadi yang belum sepenuhnya melaporkan harta bersihnya yang diperoleh pada tahun pajak 2016-2020.
Selain itu, ada tiga pilihan tarif untuk kebijakan I yakni pengenaan tarif PPh Final 11% bagi deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi serta 8% untuk deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri.
Kemudian, tarif 6% bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.
Kebijakan II juga memiliki tiga pilihan tarif yaitu PPh Final 18% dikenakan terhadap deklarasi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi dan 14% bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri.
Kemudian, 12% bagi deklarasi harta di luar negeri yang direpatriasi dan deklarasi harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam SBN atau kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau energi terbarukan.
Baca Juga: Negara Raup Rp 2,06 Triliun dari Tax Amnesty Jilid II Per 24 Februari
Selanjutnya melalui KMK Investasi PPS, terdapat 332 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dalam sektor pengolahan SDA dan sektor energi terbarukan sebagai tujuan investasi harta bersih yang berhak atas tarif terendah dalam PPS ini.
WP eks peserta tax amnesty yang mengikuti program ini akan terhindar dari pengenaan sanksi Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Pengampunan Pajak yaitu sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 persen dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.
Bagi WP Orang Pribadi yang mengikuti program ini tidak akan diterbitkan surat ketetapan pajak atas kewajiban perpajakannya untuk tahun pajak 2016-2020.
Data yang disampaikan WP dalam program ini baik yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan UU HPP tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan dan/atau penuntutan pidana.
“Dengan desain ini maka kepatuhan sukarela WP dan basis pajak diharapkan meningkat sehingga dapat mengoptimalkan penerimaan pajak,” imbuh Febrio.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News