Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga tindakan pidana korupsi antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemdes PDTT) dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) telah dilakukan sejak Maret 2017.
Pimpinan KPK Laode Muhammad Syarif menjelaskan, komunikasi antara pejabat kedua instansi itu telah dilakukan sejak Maret 2017 saat dilakukannya pemeriksaan audit keuangan Kemdes PDTT tahun anggaran 2016.
"Dalam rangka memperoleh opini wajar tanpa pengecualian (WTP) SUG, Inspektur Jendral Kemdes DPTT melakukan pendekatan pada auditor," katanya di Jakarta, Sabtu (27/5).
Menurut Laode, SUG memberikan kode uang "Perhatian" sebagai pemberian uang kepada pegawai BPK. "Perhatian" tersebut diketahui ada "Perhatian besar" dan "Perhatian kecil".
Saat operasi tangkap tangan (OTT), Jumat, pihak Kemdes memberikan uang Rp 40 juta kepada pegawai BPK untuk memberikan opini WTP pada audit keuangan Kemdes. Adapun sebelumnya, pihak Kemdes terlebih dahulu memberikan Rp 200 juta.
Setelah dilakukan pemeriksaan 1x24 jam dan dilakukan gelar perkara KPK menetapkan empat tersangka. Keempatnya adalah, Inspektur Jendral Kemdes PDTT Sugito, Eselon III Kemdes PDTT Jarot Budi Prabowo, Auditor BPK Ali Sadli, dan Eselon I BPK Rochmadi Saptogiri.
Pimpinan KPK Agus Raharjo mengatakan, keempat tersangka itu telah melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian status wajar tanpa pengecualian (WTP) pada audit keuangan Kemdes tahun anggaran 2016.
Atas kejadian ini sebagai pemberi, Sugito dan Jarot dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasa 64 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke -1 KUHP.
Sementara yang menerima (pegawai BPK) dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 atau Pasal 12 Huruf a UU Tipikor Jo Pasa 64 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke -1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News