Reporter: Agus Triyono | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - Pemerintah merevisi aturan perusahaan perantara perdagangan properti. Revisi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 51/ M- DAG/ PER/ 7/2017 tentang Perusahaan Perantara Perdagangan Properti.
Dalam beleid yang diundangkan pada Agustus 2017 itu menyebutkan, kegiatan usaha perantara perdagangan properti di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hanya bisa dilakukan oleh perusahaan penanaman modal dalam negeri. Tapi, perusahaan yang dimaksud bisa bekerja sama dengan perusahaan asing melalui sistem waralaba sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Selain itu, dalam revisi beleid ini Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengatur batasan maksimal komisi bagi perusahaan perantara perdagangan properti. Selama ini pemerintah hanya mengatur batasan minimal komisi bagi broker properti yakni 2% dari nilai transaksi.
Nah, dalam aturan baru ini, Kemdag mengatur batasan komisi bagi broker properti yang melaksanakan jual beli yakni minimal 2% dan maksimal 5% dari nilai transaksi dan disesuaikan dengan lingkup jasa yang diberikan kepada pengguna jasa. Sementara itu, komisi bagi broker properti dalam jasa sewa menyewa properti ditetapkan minimal 5% dan maksimal 8% dari nilai transaksi.
Perusahaan perantara perdagangan properti juga dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan dan memberikan janji atau jaminan yang belum pasti terkait produk.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, revisi aturan ini dilakukan untuk menyempurnakan aturan bagi perusahaan perantara perdagangan properti. "Revisi ini hanya penegasan dan penyempurnaan saja," ujarnya Senin (18/9).
Pengamat properti Ali Tranghada bilang, revisi aturan ini memberi penegasan saja soal batas nilai komisi bagi broker. Tujuannya, "Supaya broker tidak semena-mena dalam menerapkan tarif maksimal komisi," ujarnya.
Tapi, kata Ali, sebenarnya selama ini tanpa ada aturan tertulis pun sejatinya komisi broker properti dalam prakteknya sudah dibatasi di kisaran 5% dari nilai transaksi. Sebab, jika lebih dari kisaran itu akan membuat harga sewa atau harga jual properti akan semakin mahal. Bila itu terjadi, imbasnya properti semakin sulit terjual.
Bila melihat survei harga properti residensial yang dirilis Bank Indonesia (BI) pada triwulan II-2017, penjualan properti residensial tumbuh 3,61% lebih rendah dari triwulan I-2017 yang tumbuh 4,16%. Perlambatan ini sejalan dengan masih terbatasnya permintaan rumah hunian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News