Reporter: Benedicta Prima | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana keluarnya Qatar dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) per 29 Januari 2019 bisa meningkatkan sentimen geopolitik.
Keluarnya Qatar dari OPEC memicu sentimen global yang khawatir terkait pasokan minyak di tahun 2019. Apabila pasokan berkurang, dikhawatirkan harga minyak kembali tinggi. Imbasnya, jika harga minyak mulai naik, maka impor migas Indonesia semakin lebar.
"Apalagi pasca Iran diblokade," ungkap Bhima Yudhistira, Ekonom INDEF saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/12).
Selain itu konflik Saudi-Qatar memanas. Di satu sisi Amerika Serikat (AS) kenakan sanksi impor minyak dari Iran. Beberapa negara Timur Tengah juga mempermasalahkan kematian Kashogi.
"Akumulasi dari masalah itu bisa turunkan suplai minyak tahun depan," jelas Bhima.
Dia proyeksikan di 2019 neraca migas defisit sekitar US$ 14 hingga US$ 15 miliar. Bhima juga memproyeksikan defisit neraca migas hingga akhir tahun 2018 semakin melebar hingga US$ 12 miliar.
Hingga Oktober 2018 tercatat defisit neraca migas melebar 64,6% year on year (yoy) atau sebesar Rp 157 triliun atau senilai US$ 10,74 miliar.
Qatar memutuskan menarik diri dari OPEC karena ingin fokus pada produk liquefied natural gas (LNG). Qatar berencana mendorong produksi LNG dari 77 juta menjadi 110 juta ton per tahun. Pasalnya, negara tersebut juga tak banyak menyumbang pasokan minyak dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News