Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA, Kejaksaan Agung mengelak dituduh tidak serius dalam menyelesaikan piutang uang pengganti dalam tindakan korupsi. Hal ini menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mendapati Kejaksaan Agung memiliki piutang uang pengganti sebesar Rp 13,15 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T. Spontana mengatakan, piutang tersebut hasil dari akumulasi tahun 1971. "Ini dampak dari Undang-Undang nomor 3 tahun 1971 yang tidak mempunyai subsider," katanya. Asal tahu saja, undang-undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang 31 tahun 1999 kemudian diubah lagi menjadi Undang-Undang nomor 20 tahun 2001.
Piutang uang pengganti sebesar Rp 13,15 miliar tersebut merupakan uang piutang dari seluruh Kejaksaan yang ada di Indonesia. Berdasarkan data tagihan yang diterima, pembayaran dan disetor dalam kas negara per Desember tahun 2013 mencapai Rp 11,9 untuk kasus Perdata dan tata usaha negara (Datun) dan Pidana Khusus (Pidsus) sebesar Rp 102,1 miliar.
Tony menegaskan bila sampai sekarang Kejaksaan Agung terus menagih piutang tersebut. Meski begitu, penagihan tidak terbebas dari kendala. " Kendalanya seperti hartanya habis, melarikan diri jadi sulit untuk ditagih," tambah Tony.
Makanya, pihak Kejaksaan Agung mengusulkan untuk menghapuskan piutang yang tidak bisa ditagih. Saat ini usulan tersebut masih dalam tahap pembicaraan dengan Kementrian Keuangan dan Badan Pengawasan Keuangan ( BPK).
Selain itu, Jaksa Agung HM Prasetyo telah membentuk satgas untuk memverifikasi dan menyelesaikan permasalahan piutang tersebut.
Sekadar Info, uang Pengganti merupakan uang hasil korupsi yg harus dibayarkan oleh terpidana dalam perkara korupsi berdasarkan putusan yg telah berkekuatan hukum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News