Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kejaksaan Agung (Kejagung) terus menguak perkara dugaan korupsi pembangunan menara BCA dan Apartemen Kempinski. Kali ini, Kejagung memanggil mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi.
Sukardi menegaskan bila dalam kontrak kerjasama BOT (build operate transfer) antara PT Grand Indonesia dengan PT Hotel Indonesia Natour (PT HIN) hanya membahas pembangunan empat gedung yaitu dua mal, satu hotel lima, serta satu lokasi parkir.
"Yang diajukan hanya dua mal, hotel, dan parkir. Setelah itu tidak dilaporkan oleh Direksi PT HIN," kata Sukardi di Lobby Gedung Bundar, Kejagung, Selasa (1/3).
Sukardi mengaku saat negosiasi kontrak pembangunan belum ada penyampaian rencana pembangunan dua gedung tersebut. Bahkan, dari tingkat manajemen perusahaan pun tidak menyampaikan pembangunan gedung serta perpanjangan kontrak kepada pemegang saham.
Untuk membuat terang perkara ini, Kejagung juga memanggil Direktur Utama PT Grand Indonesia Fransiskus Yohanes Hardianto Lazaro. Sayangnya, orang nomor satu di PT Grand Indonesia mangkir dari panggilan tanpa keterangan.
Sebelumnya, Kejagung telah memanggil Direktur Utama PT HIN Iswandi Said untuk dimintai keterangan. Tidak hanya itu, Tim penyidik juga telah menggeledah Menara BCA dan Apartemen Kempinski, Thamrin, Jakarta Pusat.
Dalam penggeledahan tersebut, tim Kejagung membawa sejumlah dokumen yaitu risalah rapat terkait kerjasama BOT, dokumen pengembangan, proposal PT CKBI, dan rekap penerimaan kompensasi BOT.
Arminsyah menjelaskan awal mula perkara ini adalah adanya pembangunan dua tower yaitu Menara BCA dan Apartemen Kempinski diluar perjanjian.
Dalam kontrak BOT yang ditandatangani 13 Mei 2004 lalu, hanya ada empat bangunan yang dibangun di atas tanah negara yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesia yaitu Hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir.
Selain itu, ada permasalahan perpanjangan kontrak kerjasama. Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004. Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun.
Serta permasalahan pengalihan kontrak dari PT Citra Karya Bumi indah kepada PT Grand Indonesia. Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada bank untuk memperoleh kredit. Dengan adanya permasalahan tersebut diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,2 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News