Reporter: Tri Sulistiowati | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Kejaksaan Agung (Kejagung) menaikkan status perkara dugaan korupsi kontrak pembangunan dua tower di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat yang menyeret PT Grand Indonesia, PT Hotel Indonesia Natour, dan PT Citra Karya Bumi Indah dari penyelidikan ke penyidikan.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah menyatakan surat perintah penyidikan (sprindik) sudah diteken sejak Senin (22/2) sore.
Sayangnya, Kejagung belum merilis siapa pihak yang harus bertanggung jawab dalam perkara ini.
"Itu nanti (tersangka) yang jelas ini ada tindak pidananya," kata Arminsyah di kantor Kejaksaan Agung, Selasa (23/2).
Arminsyah juga belum menyebutkan kapan Kejagung bakal memanggil pihak-pihak yang diduga berkaitan dan mengetahui untuk diperiksa.
Sebelumnya, Kejagung telah memanggil Direktur Utama PT HIN Iswandi Said untuk dimintai keterangan.
Tim penyidik juga telah menggeledah Menara BCA dan Apartemen Kempinski, Thamrin, Jakarta Pusat.
Dalam penggeledahan tersebut, tim Kejagung membawa sejumlah dokumen yaitu risalah rapat terkait kerjasama BOT (built, operation, transfer), dokumen pengembangan, proposal PT CKBI, dan rekap penerimaan kompensasi BOT.
Arminsyah menjelaskan awal mula perkara ini adalah adanya pembangunan dua tower yaitu Menara BCA dan Apartemen Kempinski diluar perjanjian.
Dalam kontrak BOT yang ditandatangi 13 Mei 2004 lalu, hanya ada empat bangunan yang dibangun diatas tanah negara yang diterbitkan atas nama PT Grand Indonesia yaitu Hotel bintang lima, dua pusat perbelanjaan, dan fasilitas parkir.
Selain itu, ada permasalahan perpanjangan kontrak kerjasama.
Awalnya, kontrak kerjasama hanya berlangsung selama 30 tahun dimulai dari 2004.
Tapi pada 2010, kontrak kembali diperpanjang 20 tahun sehingga total kerjasamanya 50 tahun.
Serta permasalahan pengalihan kontrak dari PT Citra Karya Bumi indah kepada PT Grand Indonesia.
Masalahnya, sertifikat HGB diagunkan oleh PT Grand Indonesia kepada bank untuk memperoleh kredit.
Dengan adanya permasalahan tersebut diduga negara mengalami kerugian sekitar Rp 1,2 trilun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News