Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) mengimbau pemerintah untuk terus mewaspadai kinerja neraca perdagangan. Sebab, kinerja ekspor masih belum mampu menambal defisit sepanjang Januari hingga Agustus 2019.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta mengatakan, surplus neraca perdagangan pada Agustus 2018 yang sebesar US$ 85 juta bukan akibat dari kinerja ekspor yang membaik dari bulan sebelumnya, melainkan impor Agustus 2019 yang turun dari Juli 2019.
Baca Juga: BPS mencatat daya beli buruh masih terjaga pada Agustus 2019
"Sehingga pemerintah tidak boleh lengah dengan data surplus yang terjadi pada Agustus ini karena masih ada pekerjaan rumah yakni menutupi defisit yang sangat dalam sebesar US$ 2,28 miliar yang terjadi pada April 2019,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (16/9).
Menurutnya, salah satu pemberat kinerja neraca perdagangan adalah impor nonmigas dari salah satu negara mitra dagang terbesar yakni China. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor non-migas China pada Agustus sebesar US$ 3,74 miliar, sedangkan ekspor non migas Indonesia ke negara tersebut hanya sebesar US$ 2,27 miliar.
Arif mencatat, sepanjang periode Januari-Juli 2019, defisit perdagangan dengan China semakin melebar sebesar 7,01% dibandingkan periode sama di tahun sebelumnya. Tahun 2017 ke 2018, neraca dagang Indonesia-China juga mengalami pelebaran defisit dari US$ 14,16 miliar menjadi US$ 20,84 miliar.
"Defisit perdagangan yang semakin melebar dengan China sangat disayangkan karena harusnya Indonesia bisa memanfaatkan perang dagang yang terjadi antara China dan Amerika Serikat. Belum lagi secara penduduk pasar China lebih besar dari pada Indonesia, yang seharusnya menjadi peluang pasar ekspor Indonesia,” lanjut dia.
Baca Juga: Agustus 2019, impor turun 15,6% secara tahunan menjadi US$ 14,20 miliar
Arif menilai, ada beberapa cara untuk memperbaiki neraca dagang non-migas dengan China. Pertama, mengoptimalisasi penggunaan non-tariff barrier dalam Asean China Free Trade Area (ACFTA) untuk meningkatkan ekspor Indonesia.
Kedua, penerapan Standar Nasional Indonesia, serta melengkapi produk-produk ekspor tersebut dengan bahasa China sehingga memudahkan proses ekspor.
Selanjutnya, penerapan sertifikasi halal bagi produk ekspor dan yang tidak kalah penting, memastikan seluruh transaksi dalam e-commerce dari negara mitra dagang adalah legal.
Baca Juga: Ekspor Agustus 2019 turun 7,60% menjadi US$ 14.28 miliar, ini penyebabnya
“Ini semua harus dilakukan agar dengan adanya ACFTA, Indonesia bisa mendapatkan untung, bukan sebaliknya. Pemerintah harus memiliki daya juang yang lebih agar produk-produk Indonesia bisa memasuki pasar ekspor yang lebih luas,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News