kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan RIPH Diharapkan Tidak Jadi Kepanjangan Tangan Pencari Rente


Selasa, 24 Mei 2022 / 17:32 WIB
Kebijakan RIPH Diharapkan Tidak Jadi Kepanjangan Tangan Pencari Rente
ILUSTRASI. Suasana penjualan sayur dan buah di carefour Permata Hijau, Jakarta (21/5). Kebijakan RIPH Diharapkan Tidak Jadi Kepanjangan Tangan Pencari Rente.


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kisruh soal Permentan tentang Pengawasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) turut memancing komentar banyak pihak, salah satunya Hurriyah, Dosen Ilmu Politik UI yang juga pengamat kebijakan publik.  

Menurut Wakil Direktur Pusat Kajian Politik UI tersebut perdebatan soal aturan karantina yang mensyaratkan adanya RIPH menarik karena dua hal: pertama, kemungkinan friksi antar aturan dan kedua, kemungkinan tidak terakomodasinya kepentingan pihak-pihak tertentu dari aturan baru soal importasi.

Dalam ranah pertama, Hurriyah menilai perlu identifikasi yang jelas mengenai bidang-bidang aturan. Menurutnya itu bisa dilakukan jika ada anatomi yang jelas mengenai fungsi-fungsi badan dalam kementerian itu sendiri.

“Jadi perdebatannya kan soal apakah tepat memasukkan RIPH sebagai syarat pemeriksaan di Karantina. Nah menurut saya harus dipetakan dan diidentifikasi dengan jelas ranah masing-masing, antara ranah karantina dan ranah RIPH. Kalau tidak nyambung ya jangan dipaksakan” Kata Hurriyah, Selasa (24/5).

Baca Juga: Rancangan Aturan Kementan soal Rekomendasi Impor Produk Hortikultura Tuai Kritik

Identifikasi itu penting menurutnya sebagai awal pembentukan kebijakan publik yang memadai (proper) dalam perspektif politik kebijakan. Sebab, kebijakan publik adalah produk hukum yang merupakan manifestasi dari politik dalam perspektif alokasi dan distribusi kewenangan. 

“Nah, alokasi dan distribusi kewenangan itu juga harus tertib agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan juga untuk menghindari over-authority dari sebuah badan atau lembaga pemerintah.” Paparnya.

Kewenangan yang tumpang tindih maupun over-authority menurut Hurriyah selain bisa mengakibatkan kerumitan birokrasi juga akan memunculkan potensi korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Padahal, menurutnya, tujuan dari perubahan aturan importasi adalah menyederhanakan birokrasi dan mengurangi potensi korupsi. 

"Semangat meniadakan kebijakan RPIH kan karena implementasinya selama ini memunculkan dua masalah tersebut (keruwetan birokrasi dan potensi korupsi), makanya dibuat aturan baru untuk meniadakan RPIH sebagai syarat importasi", paparnya.

Dengan demikian, Hurriyah menyarankan pentingnya mengkaji lagi apakah Permentan soal pengawasan RPIH yang telah disahkan memang diperlukan. Selain itu, Hurriyah juga menyarankan pentingnya membuka masukan publik dan semua stakeholders terkait dalam proses penyusunan Permentan guna memastikan terpenuhinya prinsip-prinsip kebijakan publik yang baik, aspiratif, dan tepat sasaran.

Baca Juga: Beda aturan impor, pengusaha khawatir pasokan bawang putih langka di pasaran




TERBARU

[X]
×