kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Kebijakan post border berpotensi dimanfaatkan karena pengawasan lemah


Selasa, 05 Maret 2019 / 14:19 WIB
Kebijakan post border berpotensi dimanfaatkan karena pengawasan lemah


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Ekonom menilai kebijakan post border pemerintah untuk menurunkan biaya logistik dan dwelling time, dinilai tidak efektif mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Kebijakan ini malah dinilai berpotensi dimanfaatkan importir dengan memasukkan produk tanpa pengawasan yang ketat.

Hal itu dikatakan Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (5/3). Menurut Fithra, kebijakan post border ini merupakan kebijakan yang salah. Sebab kebijakan ini memperbolehkan barang impor masuk terlebih dahulu sebelum diperiksa. Ia mencontohkan adanya lonjakan impor baja sebelum Krakatau Steel meminta revisi baja ada dalam post border.

Meskipun Fithra tidak merinci berapa jumlah lonjakan impor baja.

Lonjakan impor terjadi salah satunya karena kelangkaan kapasitas. Pengawasan di bawah Kementerian Perdagangan (Kemdag) dinilai tidak cukup mumpuni untuk menutup celah kecurangan impor barang. Salah satu bentuk kecurangannya adalah mengubah harmonized system (HS), sehingga yang tadinya dikenakan larangan atau dibatasi menjadi tidak terdeteksi.

"Sebenarnya lebih berpengalaman Bea Cukai," jelas Fithra.

Tak hanya itu, kebijakan post border juga dirasa menunjukkan lemahnya pengawasan sebab barang bisa melewati wilayah pabean. Artinya barang sudah benar-benar masuk, baru terjadi pemeriksaan dan pemenuhan syarat.

Kebijakan ini dirasa tidak memiliki dampak positif terhadap geliat ekonomi dalam negeri. Justru yang diuntungkan hanya pihak investor dan importir yang mudah memasukkan barang impor tanpa kendali yang ketat.

Dengan demikian, Fithra menilai kebijakan ini harus direvisi. Pengawasan dikembalikan ke bea cukai. Sedangkan pengecekan atas komoditas yang ada di lartas, pemerintah bisa melakukan konsolidasi data dengan sistem elektronik. "Kalau post border hanya random checking," ujar dia.

Sekedar informasi, cakupan kebijakan ini antara lain, mengurangi daftar larangan dan pembatasan (lartas) impor dari 48,3% menjadi 20,8% melalui pergeseran pengawasan impor dari border ke post border.

Lalu, simplifikasi perizinan dengan mengharmonisasikan antar peraturan lartas. Sehingga peraturan lartas yang berbeda namun mengatur komditi yang sama dapat disederhanakan menjadi satu perizinan yang diterbitkan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) leading sektor.

Melalui kebijakan ini, pemerintah menargetkan barang impor yang tergolong lartas di border berkurang menjadi 20,8% atau hanya 2.256 harmonized system (HS) code saja, dari sebelumnya sebesar 48,3% atau 5.229 HS code.

Sementara itu sisanya, pemeriksaan dipindahkan ke perusahaan dan dilakukan oleh kementerian, bukan bea cukai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×