Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menggodok skema pendanaan untuk pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN), di mana skema pendanaan untuk proyek ini dilakukan dengan beragam cara.
Adapun anggaran sejumlah Rp 90 triliun atau sekitar 20% dari total kebutuhan pembangunan IKN sebesar Rp 467 triliun rencananya akan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan bahwa untuk menjaga defisit tetap di bawah 3%, kenaikan pengeluaran APBN untuk pembiayaan harus bisa diimbangi oleh kenaikan penerimaan, khususnya penerimaan pajak karena menurutnya menaikkan penerimaan pajak tidak mudah.
“Di sisi lain pemerintah juga harus melakukan efisiensi APBN, melakukan realokasi anggaran, termasuk apabila perlu menghapuskan proyek-proyek yang bukan prioritas,” ujar Piter kepada Kontan.co.id, Minggu (20/3).
Baca Juga: ADB Ungkap Perannya dalam Mendukung Pembangunan IKN Nusantara
Dihubungi terpisah, Kepala Ekonom Indo Premier Sekuritas Luthfi Ridho menilai bahwa pembiayaan proyek IKN saat ini bergantung terhadap keputusan harga bahan bakar minyak (BBM) regulasi (Premium dan Pertamax).
Dengan harga komoditas yang tinggi seperti saat ini, pemerintah sedang menikmati windfall profit (keuntungan mendadak).
“Kalau memakai situasi fiscal surplus seperti di Januari 2022, saya kira IKN bisa dibiayai sendiri tanpa pembiayaan dari luar,” kata Lutfi.
Namun menurutnya, hal ini kembali lagi kepada keputusan harga BBM regulasi. Jika harga BBM regulasi tidak naik, maka uang untuk IKN akan kurang.
“Jadi opsi pembiayaan mau tidak mau harus diambil. Kalau saya pribadi paling enak pakai Public Private Partnership (PPP) atau Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU),” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News