kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata Kemenaker perihal tudingan pelonggaran TKA dalam omnibus law RUU Cipta Kerja


Senin, 17 Februari 2020 / 21:42 WIB
Kata Kemenaker perihal tudingan pelonggaran TKA dalam omnibus law RUU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah sebelum pelantikan menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Presiden RI Joko Widodo mengumumkan dan melantik Menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju serta pejabat setingkat ment


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

Sebagai informasi, bunyi pasal 170 yang terdapat dalam draf RUU Cipta Kerja menyebutkan.

Pasal 170

(1) Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini.

(2) Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia.

Baca Juga: Omnibus law bisa jadi angin segar untuk investor asing, tapi..

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan terkait peraturan daerah (Perda) boleh dibatalkan oleh pemerintah pusat.

Yasonna mengatakan, hierarki perundangan mengatakan UU yang tertinggi tidak boleh bertentangan dengan UU yang lebih rendah. Dalam UU No.12 tahun 2011 juncto UU No. 15 tahun 2019, prinsip hierarki adalah jika perda tidak sesuai UU di atasnya maka bisa dicabut.

Pencabutan bisa melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden karena bertentangan dengan UU di atasnya. "Karena dia bertentangan dengan UU jadi jangan dinilai eksekutif review," ungkap Yasonna kepada wartawan.

Yasonna mengatakan, dalam konsep negara kesatuan, pemegang kekuasaan pemerintahan adalah presiden secara konstitusional. Akan tetapi, dalam menjalankan pemerintahan dimungkinkan menyerahkan kekuasaan ke pemerintah daerah melalui desentralisasi yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945.

"Jangan dilihat otoriter karena kalau di bawah bertentangan gimana? Jadi gitu ya. Bukan sewenang-wenang," ucap dia.

Yasonna menyebutkan hal ini tidak bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: RUU Cipta Kerja bakal menambah wewenang penyidik tindak pidana sektor migas

"Apakah ini bertentangan dengan keputusan MK? tidak, karena keputusan MK itu pure eksekutif review berdasarkan keputusan, dibuat melalui keputusan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) dicabut nggak bisa. Ini yang kita buat nanti pencabutannya melalui peraturan perundangan, bukan eksekutif review seperti yang ada dalam MK. Jadi ini sudah kita kaji," jelas Yasonna.




TERBARU

[X]
×