kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.905.000   -23.000   -1,19%
  • USD/IDR 16.600   -70,00   -0,42%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Kasus TBC Diperkirakan Capai 1,09 Juta pada Tahun 2025, Pengamat Soroti Hal Ini


Senin, 12 Mei 2025 / 19:51 WIB
Kasus TBC Diperkirakan Capai 1,09 Juta pada Tahun 2025, Pengamat Soroti Hal Ini
ILUSTRASI. Pengamat menyoroti pendanaan pengadaan obat Tuberculosis (TBC) yang minim pada tahun 2025. ANTARA FOTO/Fauzan/aww.


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan sekaligus Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ahmad Fuady menyoroti pendanaan pengadaan obat Tuberculosis (TBC) yang minim pada tahun ini.

Padahal, mengacu pada data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) estimasi kasus TBC pada tahun ini diprediksi tembus 1,09 juta.

Dalam penjelasan Fuady, selama ini ketersediaan obat TBC memang disandarkan pada pendanaan donor internasional, terutama Global Fund. Namun, di tengah dinamika politik yang ada, AS sebagai sponsor utama dana Global Fund disebut sebut bakal melakukan pemotongan sumbangan.

“Untuk 2024-2026, Global Fund memberikan dana sekitar $309juta atau Rp 4,5 triliun. Tapi, itu untuk banyak program (antara lain) tuberkulosis (TBC), HIV, malaria dan perbaikan sistem kesehatan secara umum,” jelasnya kepada KONTAN, Senin (12/5).

Baca Juga: Obat TBC Cukup Sampai Februari 2026, Pengamat:Pendanaan Bersandar dari Internasional

Dengan demikian, lanjut Fuad, adanya pemotongan sumbangan dari Amerika Serikat (AS) sebagai sponsor dana global fund, tentu terdapat penyesuaian dana yang dapat diterima oleh negara-negara yang selama ini dibantu dari global fund, termasuk Indonesia.

Sejalan dengan hal itu, Fuad menyebut saat ini pemerintah tengah menyusun dan menghitung ulang prioritas pendanaan untuk memastikan bahwa program yang berhubungan langsung dengan pengobatan penyakit dapat terus didanai, setidaknya sampai akhir 2026.

“Berapa dana yang dipotong? Masih belum pasti dan dalam proses rekalkulasi dan negosiasi,” tegasnya.

Meski demikian, obat TBC sensitif obat (standar lini pertama), ketersediaannya dipastikan masih aman dan sudah dapat diproduksi di dalam negeri. 

Adapun yang dikhawatirkan, tambah Fuad, yakni stok terhadap obat TBC bagi pasien resisten obat atau TBC RO yang keberhasilan pengobatannya masih minim dan perlu perhatian pemerintah.

“Yang dimaksud dengan krisis obat mungkin adalah keterbatasan pasokan obat bagi orang dengan tuberkulosis kebal obat (TB RO) —yang tidak dapat diberi pengobatan tuberkulosis standar lini pertama,” tambahnya.

Dia mencontohkan, mengacu pada tabel data yang dibagikan Kemenkes, sepanjang 2024 pemerintah telah menangani sebanyak 6.697 kasus Tuberculosis kebal obat (TBC RO). Namun, kasus TBC RO yang berhasil diobati hanya ada di kisaran 58%.

Baca Juga: Uji Klinik Vaksin TBC Gates Foundation Diharapkan Selesai Akhir Tahun 2028

Pada periode yang sama, pemerintah juga menangani sebanyak 795.531 kasus TBC yang dapat diobati dengan obat lini pertama (TBC SO). Dengan persentase keberhasilan pengobatan jauh lebih tinggi di level 84%.

“Kebal obat (TBC RO) artinya Tuberkulosis yang ada di organ tubuh pasien sudah tidak mempan lagi diobati dengan obat-obatan standar lini pertama. salah satu faktornya memang adalah putus berobat. Putus berobat sering diistilahkan sebagai lost to follow up,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut ketersediaan obat untuk pasien tuberculosis (TBC) yang ada saat ini mencukupi kebutuhan hingga Februari 2026.

“Kami melihat kembali dan menghitung kembali kebutuhan obat itu dan kita lihat kembali ternyata masih cukup untuk memenuhi sampai Februari 2026,” ujar Plt Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit Kemenkes Murti Utami dalam rapat Panja dengan Komisi IX DPR, Rabu (7/5).

Murti menambahkan, anggaran pengobatan TBC pada tahun 2024 sebesar Rp 1,05 triliun dan tahun 2025 menjadi Rp 633,14 miliar. Dia mengatakan bahwa anggaran pengobatan nampak seperti turun. Hal ini karena pihaknya memperbaiki tata kelola pengadaan sehingga pengadaan obat melihat ketersediaan (buffer) stok yang masih ada di daerah – daerah.

Selanjutnya: Indef Proyeksikan Penerimaan Pajak Berpotensi Shortfall Hingga Rp 130 Triliun

Menarik Dibaca: 6 Ciri-Ciri Moisturizer Tidak Cocok, Jangan Dipakai Lagi Ya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×