Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Dalam sebulan terakhir, pemerintah terus menggulirkan rencana untuk memberikan efek jera kepada kapal asing pencuri ikan di wilayah laut Indonesia dengan cara menenggelamkan kapal milik mereka ke dasar laut.
Namun, sampai saat ini pemerintah belum juga melaksanakan ancaman tersebut. Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Hariyanto Marwoto menyatakan pemerintah masih berhati-hati dalam melaksanakan ancaman tersebut.
Prinsip kehati-hatian tersebut salah satunya disebabkan oleh keberadaan Konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut Internasional. Secara ketentuan, kapal asing yang tertangkap, tidak boleh ditahan, baik kapal maupun anak buah kapal dan pemerintah hanya boleh meminta jaminan dan ganti rugi senilai tindakan pencurian tersebut.
"Memang UU Perikanan kita memberikan mandat untuk menenggelamkan kapal, tapi kami harus hati-hati dan melihat aturan internasional," kata Hariyanto, menjelaskan alasan, Rabu (3/12).
Selain itu, kendala lain yang dihadapi pemerintah adalah masalah anggaran yang terbatas. Untuk mengamankan kedaulatan laut nasional, pemerintah butuh anggaran yang besar. Patroli yang dilakukan oleh Polair Mabes Polri dan TNI Angkatan Laut menghabiskan dana triliunan rupiah untuk bahan bakar kapal.
Bahkan, beban anggaran semakin berat karena pemerintah harus menunggu proses hukum penangkapan kapal ini memiliki kekuatan hukum tetap untuk bisa melakukan eksekusi atas kebijakan ini. Selama kurun waktu tersebut pemerintah pun harus menanggung biaya hidup awak kapal asing tersebut.
Sebelumnya, pemerintah telah menangkap lima kapal Thailand berbendera Indonesia yang secara ilegal menangkap ikan di kawasan Natuna. Namun, hingga kini pemerintah belum mengambil keputusan apakah kapal ini akan ditenggelamkan atau tidak.
Kendati terganjal masalah ini, pemerintah berjanji tetap menabuh genderang perang kepada kapal asing pencuri ikan di Indonesia. Genderang perang tersebut ditabuh karena praktik pencurian ikan yang dilakukan oleh kapal asing tersebut telah merugikan negara sampai dengan Rp 300 triliun per tahun.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Ono Surono meminta pemerintah untuk lebih serius dan tidak ragu menenggelamkan kapal ikan milik asing tersebut. Praktik ini dianggap sah dan sudah pernah dilakukan TNI Angkatan Laut, antara lain di Sulawesi Utara pada 20 Januari 2003 lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News