kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Kantor pajak khawatirkan pajak progresif tanah


Rabu, 08 Februari 2017 / 18:04 WIB
Kantor pajak khawatirkan pajak progresif tanah


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan mekanisme atas pajak progresif atas objek tanah idle dengan skema capital gain tax masih menjadi pertimbangan yang harus dikaji lebih lanjut. DJP tidak ingin kebijakan ini salah arah.

Hestu Yoga, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP mengatakan, opsi capital gain tax untuk dikenakan sebagai pajak tanah nganggur alias idle memerlukan undang-undang yang harus dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu. Padahal, selama ini di DPR belum ada pembahasan ke arah sana.

“Opsi-opsi ini sedang dalam pertimbangan apakah capital gain tax yang hitungnya dari harga jual dikurangi costnya. Itu perlu UU kalau begitu. Belum ada arah itu di DPR,” ucap Hestu saat ditemui di Hotel Ibis Harmoni, Jakarta, Rabu (8/2).

Menurut Yoga, skema capital gain tax memiliki isu tersendiri dengan program amnesti pajak sehingga ada kemungkinan mekanisme yang akan diusulkan adalah memakai instrumen PPh pasal 4 ayat 3 yang hampir sama dengan capital gain tax tersebut. Perbedaannya adalah pendekatan dalam PPh pasal 4 ayat 3 ini final dari harga jual.

“Kalau yang digunakan PPh 4 ayat 3 tidak ada isu dengan tax amnesty karena berapun yang dilaporkan di tax amnesty nilai wajarnya, tidak ada pengaruhnya karena dikenakannya di harga jualnya, 2,5% sekarang, atau nanti ada tarif progresifnya ada yang 5% atau yang lainnya,” jelas Hestu.

Hestu meyakinkan, DJP sangat hati-hati untuk memutuskan pajak atas tanah idle ini. Pasalnya, DJP melihat bahwa implementasinya tidak akan mudah karena tanah menganggur definisinya harus jelas.

Kebijakan ini harus ada parameter yang jelas, kriteria dan batasan yang jelas, dan siapa target yang disasar. “Pembuatan aturan bisa saja cepat. Namun apakah itu sudah matang dan pertimbangkan berbagai faktor tadi? Kami bisa saja buat pengganti PP 34 dalam waktu singkat. Namun kami tidak mau terburu-buru,” katanya.

Meski begitu, ia mengatakan bahwa aturan ini ditargetkan untuk rampung tahun 2017. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa tidak perlu ada kekhawatiran dulu, baik dari konsumen yang sudah membayangkan beli rumah akan tambah mahal atau dari developer yang harus bangun segera daripada dipajaki tanahnya.

“Yang jelas pemerintah buat kebijakan untuk hindari tanah menganggur dan aksi spekulan,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×